Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Raih Pendanaan US$460 Juta, Klarna Jadi Fintech Paling Bernilai di Eropa

Klarna memberikan alternatif layanan pembayaran pembelian online tanpa menggunakan kartu kredit.
Ilustrasi teknologi finansial./Flickr
Ilustrasi teknologi finansial./Flickr

Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan teknologi finansial (tekfin) pembayaran asal Swedia, Klarna, telah mengumpulkan pendanaan hingga US$460 juta. Hal tersebut membuatnya menjadi perusahaan rintisan paling bernilai di Eropa.
 
Dilansir dari Reuters, informasi tersebut disampaikan pihak Klarna pada Selasa (6/8/2019), setelah mereka menerima kucuran dana dari Dragoneer Investment Group yang berbasis di San Francisco, Amerika Serikat (AS).
 
Suntikan Dragoneer tersebut membuat valuasi tekfin asal Swedia ini mencapai US$5,5 miliar. Tambahan dana itu akan digunakan untuk mengembangkan bisnis di Negeri Paman Sam.
 
Bersama dengan perusahaan tekfin asal Eropa lainnya, seperti N26 asal Jerman, Klarna akan menginvestasikan dana untuk menambah 6 juta pelanggan baru dalam 1 tahun, melalui ekspansinya ke AS.
 
Klarna didirikan oleh CEO Sebastian Siemiatkowski bersama para mitranya pada 2005. Perusahaan tersebut memungkinkan konsumen untuk membeli secara online tanpa harus memberikan rincian pembayaran kepada penjual tempat mereka membeli.
 
Sebagai gantinya, Klarna akan membayar pesanan yang kemudian dikirimkan. Perusahaan akan menyampaikan tagihan untuk dilunasi pembeli dalam 14-30 hari. Produk intinya bebas bunga di pasar AS dan Inggris, dengan penjual yang membayar layanannya.
 
Pihak Klarna mengatakan ingin menawarkan alternatif yang lebih sederhana dari kartu kredit kepada konsumen AS, sambil membangun kemitraan dengan berbagai gerai, seperti rue21, ASOS, Lulus, Toms, Superdry, Sonos, dan Acne Studios.
 
"Transparansi, teknologi, dan kreativitas akan melayani konsumen," ujar Siemiatkowski.
 
Dia menjelaskan penawaran alternatif tersebut didasarkan kepada generasi langgas (milenial) di AS yang cenderung tidak menggunakan kartu kredit, dipengaruhi oleh krisis keuangan pada satu dekade lalu.
 
Siemiatkowski mengutip hasil riset Bankrate bahwa masyarakat AS cenderung lebih menyukai kartu debit. Hanya sepertiga dari penduduk usia 18–29 tahun yang memiliki kartu kredit, sedangkan porsi kelompok usia 50–64 tahun mencapai 62 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper