Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Presiden Jusuf Kalla memastikan bahwa kenaikan iuran atau premi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan lebih banyak menyasar kelompok masyarakat mampu.
"Untuk diketahui, [iuran] orang miskin dibayarkan pemerintah. Itu hanya berpengaruh untuk orang mampu, orang punya pekerjaan yang memiliki [premi] kelas I atau II. Kenaikan tidak berpengaruh untuk orang miskin," katanya di saat bertemu dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di Kantor Wapres RI, Kamis (5/9/2019).
Dia menyebutkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan lebih banyak ditanggung pemerintah sebesar 75% untuk kenaikan iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI).
Sebab, jumlah peserta BPJS Kesehatan untuk peserta PBI jumlahnya sekitar 129,81 juta jiwa.
Sementara itu, kenaikan iuran untuk peserta pekerja penerima upah (PPU) yang jumlahnya sekitar 50,04 juta akan ditanggung oleh perusahaan.
Wapres Kalla menggambarkan saat ini kelas menengah bahkan bisa memiliki tiga telepon seluler di rumah yang digunakan untuk ayah, ibu, dan anak. Rata-rata uang pulsa yang harus dikeluarkan berkisar Rp20.000—Rp30.000.
Karena itu, JK menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan tak lebih mahal dibandingkan dengan pengeluaran untuk kebutuhan pulsa sehingga tak terlalu signifikan.
"Apalagi [kalau dia] merokok, itu satu bungkus, sebulan berapa? Padahal dia ngerokok satu bungkus sehari, jadi tidak besar dibandingkan dengan pengeluaran yang lain, tapi sangat bermafaat untuk kehidupan kesehatan dia," imbuhnya.
Menurutnya, iuran BPJS Kesehatan saat ini terlalu murah jika dibandingkan dengan manfaatan yang diterima oleh masyarakat.
Seperti diketahui, iuran peserta mandiri BPJS Kesehatan untuk kelas I naik dari Rp80.000 menjadi Rp160.000 dan kelas II yang naik dari Rp59.000 menjadi Rp120.000. Adapun, iuran untuk kelas III dipatok Rp25.000.
"Itu iuran-iuran BPJS Kesehatan terlalu murah dibanding manfaat. [Bayar iuran] Rp25.000, tapi mau operasi jantung atau apa sakit apapun ditanggung BPJS," ucapnya.
JK mengatakan BPJS Kesehatan merupakan asuransi terbesar yang beroperasi di dunia karena anggotanya lebih dari 200 juta orang. Dia membandingkan asuransi kesehatan di Amerika Serikat, yaitu Obama Care hanya diikuti oleh 25 juta orang.
Itu sebabnya, premi harus dinaikkan untuk mengurangi defisit yang mendera BPJS Kesehatan sejak awal beroperasi. Selain itu, kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebagai cara Pemerintah menganggarkan BPJS Kesehatan secara teratur.
"Pemerintah ingin teratur, jangan sampai defisit terus tetapi nggak ada anggarannya. Kalau ini sekaligus ada anggarannya. Kalau Pemerintah nggak bayar defisitnya, kan DPR keberatan. Kalau mau dibayar, maka sekaligus ada anggarannya," kata JK.