Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inflasi dan Nilai Tukar Stabil, BI Berpeluang Pangkas Suku Bunga

Penurunan suku bunga acuan di saat bersamaan dapat mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah tren perlambatan ekonomi global, juga potensi resesi dari beberapa negara maju dan berkembang.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Bank Permata Joshua Pardede mengatakan Bank Indonesia masih berpeluang untuk kembali memangkas BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRRR). Hal itu mengingat stabilnya harga barang dan jasa yang tercermin pada stabilnya inflasi serta nilai tukar.

Laju inflasi masih tetap stabil di dalam range BI sebesar 3,5 persen +/- 1 persen hingga akhir tahun. Nilai tukar rupiah juga cenderung stabil dalam sebulan terakhir. Volatilitas rupiah secara rata-rata menurun yang terindikasi dari one-month implied volatility yang menurun menjadi 6,4 persen pada September dari rata-rata Agustus yang tercatat sekitar 7,6 persen.

Joshua mengatakan bahwa stabilitas laju inflasi dan nilai tukar rupiah didorong ekspektasi penurunan defisit transaksi berjalan (current account deficit) sejalan dengan membaiknya neraca dagang pada kuartal III/2019.

Merujuk data Badan Pusat Statistik neraca dagang Juli sempat defisit US$64,3 juta, sedangkan pada Agustus kembali surplus US$85,1 juta.

"Perbaikan defisit transaksi berjalan tersebut didorong oleh penurunan laju impor yang lebih besar dibandingkan penurunan laju ekspor," ujar Joshua, Rabu (18/9/2019).

Meski demikian, Joshua mewanti-wanti bahwa penurunan laju impor merupakan indikasi dari stagnansi realisasi investasi di tengah tren perlambatan ekonomi global yang mempengaruhi moderasi pertumbuhan permintaan domestik.

Berdasarkan pertimbangan di atas, pelonggaran kebijakan moneter kembali terbuka. Penurunan suku bunga acuan di saat bersamaan juga dapat mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah tren perlambatan ekonomi global, juga potensi resesi dari beberapa negara maju dan berkembang.

"Oleh sebab itu, BI diperkirakan akan kembali memangkas tingkat suku bunga acuannya sebesar 25 bps menjadi 5,25 persen dalam RDG bulan ini," ujar Joshua.

Di lain pihak, peneliti Indef Bhima Yudhistira mengatakan penurunan suku bunga acuan diperlukan dalam rangka menstimulus pertumbuhan kredit dan sektor riil.

Mengingat laju inflasi dan nilai tukar cenderung stabil, Bhima mengatakan BI berpotensi memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps pada bulan ini.

"Sampai akhir tahun diperkirakan bunga acuan bisa menurun di level 5 persen atau punya ruang hingga 50 bps untuk dipangkas," ujar Bhima, Rabu (18/9/2019).

Pada bulan selanjutnya, ujar Bhima, masih ada peluang untuk merelaksasi giro wajib minimum (GWM) untuk memperlonggar likuiditas bank dan mempercepat transmisi penurunan suku bunga acuan yang terus dipangkas pada Juli dan Agustus tahun ini.

Namun, relaksasi GWM perlu dilaksanakan secara bertahap yakni dengan menurunkan suku bunga acuan pada RDG September dan merelaksasi GWM pada Oktober besok.

"Kecuali data-data likuiditas bank dan pasar mengalami perubahan bisa dilakukan bersamaan bunga acuan dan GWM di kesempatan RDG yang sama," kata Bhima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhamad Wildan
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper