Bisnis.com, JAKARTA — Jumlah perusahaan pinjaman online (pinjol) diperkirakan bakal menyusut seiring tenggat pemenuhan ekuitas minimum sebesar Rp12,5 miliar pada Juni 2025. Hingga kini, masih ada 14 dari 96 perusahaan fintech peer-to-peer (P2P) lending yang belum memenuhi syarat tersebut.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman menjelaskan bahwa dari 14 perusahaan tersebut lima telah menyampaikan komitmen dan rencana aksi.
“Ada dua penyelenggara pindar syariah yang sudah menyampaikan action plan merger. Selain itu, tujuh penyelenggara lainnya saat ini sedang proses penjajakan dengan calon strategic investor,” kata Agusman dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Juni 2025, Selasa (8/7/2025).
OJK menilai pemenuhan ekuitas minimum dapat memperkuat daya saing dan ketahanan industri P2P lending secara keseluruhan. Upaya yang didorong OJK mencakup suntikan modal dari pemegang saham, konsolidasi antarperusahaan, hingga keterlibatan investor strategis.
Regulator juga menyatakan membuka diri terhadap kemungkinan pengembalian izin usaha bagi perusahaan yang tidak mampu memenuhi ekuitas. Di sisi lain, OJK telah menjatuhkan sanksi administratif kepada 17 perusahaan P2P lending atas pelanggaran ketentuan sepanjang semester I/2025.
“Dalam rangka memperkuat pengaturan dan penguatan industri PVML, OJK sedang menyusun Rancangan SEOJK tentang penerapan tata kelola yang baik bagi perusahaan PVML sebagai ketentuan pelaksanaan POJK 48 Tahun 2024 tentang tata kelola yang baik bagi PVML, antara lain mengatur transparansi tata kelola, pedoman penilaian sendiri dan tata cara penyampaian laporan penerapan tata kelola yang baik,” pungkasnya.
Baca Juga
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyatakan tantangan pemenuhan modal semakin besar di tengah tekanan fenomena tech winter dan buruknya citra pinjol akibat kasus gagal bayar.
“Mereka juga secara tidak langsung didorong oleh OJK untuk merger ataupun akuisisi. Ketika persyaratan modal tidak terpenuhi, ya salah satu jalannnya adalah melakukan merger dengan perusahaan sejenis atau mereka diakuisidi oleh perusahaan digital lainnya untuk menambah modal,” kata Huda kepada Bisnis, Selasa (27/5/2025).
Huda menambahkan, tren konsolidasi ini akan berdampak pada berkurangnya jumlah pemain di sektor pinjol, namun memperkuat sisi permodalan dan efisiensi operasional perusahaan.
"Namun demikian, kondisi saat ini sulit mencari investor di tengah kondisi suku bunga tinggi. Maka yang paling rasional adalah merger. Dengan merger, tentu jumlah perusahaan pinjaman daring akan berkurang karena moratorium juga masih berlaku," katanya dalam kesempatan terpisah.
Dia menyebutkan, tambahan modal dapat memperkuat industri pinjol. "Kalo dapat investasi, layoff kemungkinan akan kecil. Jadi dengan kemungkinan tersebut, saya rasa jumlah pemain pindar ini akan semakin sedikit hingga tahun 2025 berakhir," tegasnya.
Potensi Bisnis Pinjol
Sementara itu, Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti Soeryaningrum Agustin menilai proses merger cenderung lebih kompleks dibandingkan perolehan investasi langsung.
"Merger ini mungkin butuh waktu lama untuk bisa melebur menjadi satu perusahaan. Mungkin tidak cukup 1 tahun, bisa lebih dari 2 tahun. Kalau suntikan investor, ini lebih mudah. Tapi kan untuk bisa menggaet investor untuk mau suntik modal ke perusahaan agak sulit dengan ketidapkastian kondisi ekonomi seperti ini," ujar Esther.
Namun, Esther menilai prospek industri P2P lending tetap besar karena menyasar kelompok masyarakat unbankable.
"Kalau pinjol sebenarnya prospeknya itu masih besar karena masih banyak masyarakat kalangan bawah, masyarakat berpenghasilan rendah, itu mereka unbankable," tegasnya.
Senada, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, menyebut peluang besar juga datang dari penyelenggara pinjol berbasis syariah.
"Model bisnis berbasis akad syariah menawarkan keuntungan halal, menarik investor yang mencari investasi etis. Prospek UMKM sebagai target pembiayaan juga menjanjikan, mengingat kontribusi besar UMKM pada ekonomi," ujar Heru.
Heru mengingatkan bahwa rendahnya literasi keuangan syariah menjadi tantangan.
"Investor [P2P lending] yang ideal adalah bank syariah atau lembaga keuangan syariah, karena selaras dengan prinsip syariah dan memiliki jaringan nasabah luas. Modal ventura juga cocok untuk pindar yang fokus pada inovasi teknologi, sementara multifinance kurang ideal karena biasanya fokus pada pembiayaan konsumtif, bukan produktif seperti pindar," tegasnya.
Heru memproyeksikan jumlah perusahaan pinjol akan menyusut secara alami hingga akhir tahun.
"Dari 97 pindar per Oktober 2024, jumlahnya mungkin turun ke sekitar 80–85, dengan merger menyumbang penurunan kecil antara 2 sampai 3 entitas, sedangkan pengembalian izin lebih signifikan jika tekanan regulasi berlanjut," pungkasnya.