Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk. (Bank Jatim) masih optimistis dapat mencapai target penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) akhir tahun, meski pembiayaan sektor ini melambat secara industri per Agustus 2019.
Pjs. Dirut Bank Jatim Ferdian Timur mengatakan, ekspansi KPR tetap dilakukan perusahaannya meski tren pertumbuhan pembiayaan rumah melambat. Salah satu upaya yang dilakukan Bank Jatim adalah mengintensifkan perjanjian kerja sama dengan beberapa pengembang.
“Untuk peningkatan ekspansi KPR antara lain PKS [perjanjian kerja sama] dengan beberapa pelaku perumahan, memberikan bunga promosi, dan mereview sert mengubah peraturan antara lain zonasi wilayah,” ujar Ferdian kepada Bisnis, Kamis (3/10/2019).
Berdasarkan Analisis Uang Beredar yang dirilis Bank Indonesia (BI), penyaluran KPR hingga Agustus 2019 tumbuh 11,3 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp494,9 triliun. Peningkatan ini lebih lambat dibandingkan dengan bulan sebelumnya, di mana pertumbuhan KPR pada Juli sebesar 12,3 persen secara yoy.
Perlambatan penyaluran KPR pada Agustus 2019 melanjutkan tren sejak awal tahun. Sebagai catatan, pada akhir semester I/2019 penyaluran KPR tumbuh 12,27 persen secara yoy. Nilai itu lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan KPR setahun sebelumnya yang mencapai 13,07 persen.
Ferdian menyebut, hingga Agustus 2019 penyaluran KPR Bank Jatim telah tumbuh 10,28 persen secara year-to-date (ytd). Bank daerah ini menargetkan pertumbuhan KPR hingga 15 persen secara yoy pada akhir tahun.
“Tidak dilakukan pergeseran segmen pasar [penyaluran KPR]. Untuk sampai saat belum ada komposisi yang lebih dominan [antara KPR rumah pertama atau sekunder], karena daya beli properti masyarakat sama. Artinya kebutuhan KPR Primer dan KPR Sekunder sama,” tuturnya.
Dihubungi terpisah, analis dari Bank Woori Saudara (BWS) Rully Nova memprediksi perlambatan penyaluran KPR masih akan berlanjut setidaknya hingga akhir 2019. Perlambatan ini berlaku baik untuk KPR rumah pertama dan seterusnya.
Menurut Rully, harus ada stimulus baru dari pemerintah untuk mendorong kembali pertumbuhan KPR. Dia menganggap langkah aman yang bisa dilakukan bank di tengah kondisi perlambatan seperti ini adalah menahan penyaluran KPR.
“[Jika penyaluran KPR terutama di sektor sekunder] dipaksakan maka risikonya kredit macet, NPL akan meningkat. Waktu wait & see dan biasanya [KPR] akan kembali naik setelah 100 hari kabinet baru dengan ekspektasi harapan yang tinggi,” ujarnya.