Bisnis.com, JAKARTA – Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada Oktober 2019 kembali memangkas suku bunga acuan 25 basis poin dari 5,25% menjadi 5,0% terdorong prediksi neraca pembayaran kuartal III/2019 akan menyempit dari kuartal sebelumnya sebesar 3,0% dari PDB.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan, Neraca Pembayaran Indonesia kuartal III/2019 diprakirakan membaik sehingga menopang ketahanan eksternal. Dia memerinci, penopang ketahanan eksternal ini bersumper dari surplus transaksi modal dan finansial, serta defisit transaksi berjalan yang terkendali.
Perry menjelaskan, arus masuk investasi portofolio pada kuartal III/2019 tercatat US$4,8 miliar, didorong oleh prospek perekonomian nasional yang baik dan daya tarik investasi aset keuangan domestik yang tinggi. Perry juga meyakini, defisit transaksi berjalan diprakirakan tetap terkendali dipengaruhi oleh impor yang menurun sejalan dengan kebutuhan domestik dan sebagai dampak positif kebijakan pengendalian impor.
“Misalnya dari penerapan program B20,” kata Perry di Kantor Bank Indonesia, Kamis (24/10/2019).
Terkait dengan cadangan devisa Indonesia, Perry menyebut kondisinya terbilang tetap kuat hingga akhir September 2019 tercatat US$124,3 miliar, setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor atau 7,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sebesar 3 bulan impor.
“Ke depan, defisit transaksi berjalan 2019 dan 2020 diprakirakan tetap terkendali dalam kisaran 2,5%–3,0% PDB, dan ditopang dengan aliran masuk modal asing yang tetap besar,” paparnya.
Perry juga menjamin, Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk meningkatkan ketahanan eksternal, termasuk berupaya mendorong peningkatan PMA.
Adapun kondisi nilai tukar rupiah menguat sejalan dengan kinerja Neraca Pembayaran Indonesia yang tetap baik. Perry menyatakan pada Oktober 2019, rupiah terapresiasi 1,18% secara point to point (ptp), dibandingkan dengan level akhir September 2019.
Dengan perkembangan tersebut rupiah sejak awal tahun sampai dengan 23 Oktober 2019 tercatat menguat 2,50% (ytd). Perry menilai, penguatan rupiah didukung oleh aliran masuk modal asing yang tetap berlanjut dan bekerjanya mekanisme permintaan dan pasokan valas dari para pelaku usaha. Selain itu, ketidakpastian pasar keuangan global yang sedikit menurun turut memberikan sentimen positif terhadap rupiah.
Perry meyakini bahwa nilai tukat rupiah akan tetap stabil sesuai dengan fundamentalnya dan mekanisme pasar yang terjaga. Prakiraan ini juga ditopang oleh prospek aliran masuk modal asing ke Indonesia yang terjaga seiring dengan prospek ekonomi domestik yang baik dan imbal hasil yang menarik, serta dampak positif kebijakan moneter longgar di negara maju.
Perry juga menyebut, untuk mendukung efektivitas kebijakan nilai tukar dan memperkuat pembiayaan domestik, Bank Indonesia masih terus mengakselerasi pendalaman pasar keuangan yakni pada pasar uang maupun pasar valas.