Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Carut Marut Pengelolaan Jiwasraya, Bagaimana Nasibnya ke Depan?

Kesalahan pembentukan harga, investasi yang tidak hati-hati, rekayasa harga saham, dan tekanan likuiditas dari produk Savings Plan dinilai sebagai penyebab utama merosotnya kondisi keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero), hingga kini mencatatkan risk based capital atau RBC -805%.
Suasana setelah rapat tertutup antara direksi PT Jiswasraya (Persero) dan Komisi IX DPR RI di Jakarta, Kamis (7/11/2019).//BISNIS--Wibi Pangestu Pratama
Suasana setelah rapat tertutup antara direksi PT Jiswasraya (Persero) dan Komisi IX DPR RI di Jakarta, Kamis (7/11/2019).//BISNIS--Wibi Pangestu Pratama

Bisnis.com, JAKARTA - Kesalahan pembentukan harga, investasi yang tidak hati-hati, rekayasa harga saham, dan tekanan likuiditas dari produk Savings Plan dinilai sebagai penyebab utama merosotnya kondisi keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero), hingga kini mencatatkan risk based capital atau RBC -805%.

Prahara Jiwasraya mencuat ke permukaan saat perseroan menyatakan tidak mampu membayar klaim jatuh tempo produk JS Plan senilai Rp800 miliar pada Oktober 2018. Upaya pengusutan dan penyelidikan pun dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), bahkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turut dilibatkan.

Sejak saat itu, akses informasi terhadap kondisi keuangan Jiwasraya dan perkembangan penyelidikannya menjadi cukup terbatas. Perseroan pun tidak mempublikasikan laporan keuangan 2018 di situs resminya, unggahan terakhir adalah laporan keuangan 2017 audited.

Informasi kondisi keuangan Jiwasraya yang teranyar akhirnya muncul saat rapat dengar pendapat Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama perseroan, Kamis (7/11/2019). Berdasarkan pantauan Bisnis, Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko hadir dalam rapat tersebut tetapi tidak berhasil ditemui seusai rapat.

Berdasarkan data yang diterima oleh awak media usai rapat berlangsung, total aset Jiwasraya terus mencatatkan penurunan. Total aset senilai Rp45,68 triliun pada 2017 turun menjadi Rp36,23 triliun pada 2018, dan menjadi Rp25,68 triliun per 30 September 2019.

Ekuitas perseroan pun menurun dari Rp5,57 triliun pada 2017 menjadi negatif Rp10,20 triliun pada 2018 dan menjadi negatif Rp23,92 triliun per 30 September 2019. RBC Jiwasraya pun kian merosot, pada 2017 sebesar 123% lalu pada 2018 menjadi -282%, kemudian per 30 September 2019 menjadi -805%.

Total premi yang dikumpulkan Jiwasraya pada 2017 mencapai Rp21,8 triliun, kemudian menurun pada 2018 menjadi Rp10,55 triliun. Penurunan terus terjadi hingga per 30 September 2019 total premi terkumpul mencapai Rp2,66 triliun.

Alhasil, perseroan pun mengalami penurunan laba. Berdasarkan laporan keuangan audited 2017 posisi laba senilai Rp0,43 triliun, lalu berdasarkan laporan keuangan unaudited 2018 perseroan merugi Rp15,89 triliun dan per 30 September 2019 merugi Rp13,74 triliun.

Selain kondisi keuangan, di dalam dokumen yang sama tercantum pula ikhtisar permasalahan Jiwasraya dengan empat poin utama. Permasalahan tersebut berawal dari kesalahan pembentukan harga produk Savings Plan yang ditawarkan melalui kanal bancassurance dengan tujuh bank mitra.

Melalui produk tersebut, Jiwasraya menawarkan guaranteed return sebesar 9%–13% selama 2013 hingga 2018 dengan periode pencairan setiap tahun. Return tersebut tercatat lebih besar dibandingkan dengan tingkat suku bunga deposito 2018 yang berkisar 5,2%–7,0% dan pertumbuhan indeks harga saham gabungan (IHSG) 2018 sebesar -2,3%.

"Dengan guaranteed return yang ditawarkan dan saat ini lebih tinggi dari pertumbuhan IHSG dan yield obligasi serta dapat dicairkan setiap tahun, Jiwasraya terus terkena risiko pasar," tertulis dalam dokumen tersebut.

Permasalahan selanjutnya muncul akibat lemahnya prinsip kehati-hatian Jiwasraya dalam berinvestasi, yakni perseroan banyak melakukan investasi pada aset-aset berisiko tinggi untuk mengejar imbal hasil yang tinggi. Misalnya, total investasi saham pada 2018 senilai Rp5,7 triliun atau 22,4% dari jumlah aset finansial, dari jumlah tersebut hanya 5% yang ditempatkan di saham LQ45.

Selain itu, total investasi reksadana pada 2018 senilai Rp14,9 triliun atau 59,1% dari jumlah aset finansial, dari jumlah tersebut hanya 2% yang dikelola oleh manajer investasi top tier di Indonesia. Manajemen portofolio pun dinilai tidak diterapkan oleh perseroan.

"Tidak adanya portofolio guidline yang mengatur nilai investasi maksimum pada high risk asset, sehingga dengan kondisi pasar saat ini mayoritas aset investasi tidak dapat diperjualbelikan [illiquid]."

Setelah itu, permasalahan lainnya adalah adanya rekayasa harga saham (window dressing), jual-beli saham dengan dressing reksadana yang masif. Modus praktik tersebut adalah saham dibeli dengan harga tinggi oleh Jiwasraya, kemudian dijual pada harga negosiasi kepada manajer investasi, untuk kemudian dibeli kembali oleh Jiwasraya.

"Praktik ini dibuktikan dengan adanya aset investasi Jiwasraya yang dominan pada saham dan reksadana saham yang underlying asset-nya sama dengan portofolio saham langsung," tertulis dalam ikhtisar tersebut.

Hal-hal tersebut kemudian memunculkan masalah teranyar, yakni tekanan likuiditas dari produk Savings Plan. Penurunan kepercayaan nasabah terhadap produk tersebut menyebabkan terjadinya penurunan penjualan, dalam kondisi tersebut tidak ada aset cadangan yang cukup untuk memenuhi kewajiban sehingga terjadi gagal bayar.

"Disebabkan oleh penurunan kepercayaan nasabah, lapse rate [klaim] secara signifikan meningkat ke 51% dan terus meningkat hingga 85%. Hal tersebut menyebabkan tekanan likuiditas pada Jiwasraya."

Tekanan likuiditas tersebut mempersulit Jiwasraya untuk menyelesaikan pembayaran manfaat produk Saving Plan dalam waktu dekat. Dalam kurun Oktober 2019–Desember 2019 Jiwasraya memerlukan dana senilai Rp12,4 triliun dan pada 2020 senilai Rp3,7 triliun, sehingga total kebutuhan likuiditasnya mencapai Rp16,13 triliun.

Saat ini, Jiwasraya membutuhkan dana Rp32,89 triliun untuk dapat megembalikan RBC menjadi 120%. Anggota Komisi XI DPR Rudi Hartono Bangun menjelaskan bahwa dalam rapat bersama DPR, pihak Jiwasraya menyampaikan permohonan dana talangan (bailout) kepada pemerintah untuk memulihkan RBC tersebut.

Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan bahwa pihaknya masih menyelesaikan perhitungan atas permohonan Jiwasraya tersebut. Sebelumnya, pada Kamis (7/11), Deputi Jasa Keuangan, Survei, dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo menyatakan kepada Bisnis bahwa pihaknya belum mengetahui perihal permohonan bailout Jiwasraya.

"Belum dihitung sampai detil, mikirnya belum selesai, nanti kalau sudah pasti diomongin. Ini masalah kan pelik sekali," ujar Kartika yang akrab dipanggil Tiko pada Senin (11/11/2019).

Bahkan, Tiko menjelaskan bahwa pemerintah tengah mempertimbangkan cara-cara lain untuk menyelamatkan Jiwasraya. Dia menyatakan bahwa akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk proses penyelesaian masalah tersebut.

"Masih bisa beragam opsinya, itu coba dikaji. Jiwasraya kan size-nya besar ya, jadi perlu kerja sama dengan Kementerian Keuangan," ujar dia.

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Riswinandi pun tidak memberikan banyak komentar terkait perkembangan informasi masalah Jiwasraya. Dia hanya menyampaikan bahwa OJK masih mempelajari permohonan bailout tersebut.

"Masih kami omongkan, belum final. Makanya lihat datanya, saya juga masih pelajari. Saya mesti lihat dulu," ujar Riswinandi pada Senin (11/11/2019).

Terkait berbagai permasalahan yang menyebabkan merosotnya kondisi keuangan perseroan, Riswinandi menyampaikan bahwa tidak menutup kemungkinan adanya penetapan tersangkan jika terdapat indikasi tindak pidana, seperti dalam masalah rekayasa harga saham. "Kita lihat dulu," ujar dia.

Dengan permasalahan yang njelimet dan belum juga terlihat titik terang. Akan seperti apakah nasib perusahaan asuransi jiwa milik Pemerintah RI ini ke depannya?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper