Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah nasabah Asuransi Jiwa Bersama atau AJB Bumiputera 1912 dari berbagai wilayah mendapatkan arahan untuk menyelesaikan proses klaim di Kantor Pusat Bumiputera, Jakarta. Apakah akan menyelesaikan klaim yang tertunda?
Pencairan klaim Ani Ariyani tak kunjung menemukan titik terang. Dia yang merupakan nasabah Bumiputera di Garut, Jawa Barat diarahkan untuk menyelesaikan proses klaim ke kantor pusat Bumiputera.
Ani yang merupakan guru Garut menyisihkan sekitar Rp200.000 setiap bulannya untuk dua polis asuransi di Bumiputera. Dia berencana menggunakan uang dari klaim dengan total nilai Rp14 juta untuk biaya sekolah anaknya.
Berulang kali dia mengunjungi kantor cabang Bumiputera di Garut untuk meminta kejelasan, tetapi dia hanya dapat menemui petugas pemasaran yang menurutnya tidak dapat memastikan kapan klaim dibayarkan.
Hingga kini Ani tidak mendapatkan kejelasan kapan uangnya itu dapat dibayarkan oleh kantor cabang. Malah, petugas di sana mengarahkan Ani untuk menyelesaikan klaim di Jakarta.
"Pernah diarahkan untuk [mengurus klaim] ke [kantor pusat di] Jakarta, tapi saya enggak yakin juga di Jakarta klaim akan cair," ujar Ani kepada Bisnis, Minggu (5/1/2020).
Tak kunjung mendapatkan titik terang, Ani bersama beberapa nasabah lainnya kemudian meminta bantuan kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Garut untuk mengadvokasi penyelesaian klaim tersebut.
Rencananya, Ani, rekan-rekannya, dan pihak LSM tersebut akan mengunjungi kantor cabang Bumiputera di Garut pada hari ini, Senin (6/1/2020).
Direktur Utama Bumiputera Dirman Pardosi menjelaskan bahwa sistem pembayaran klaim dilakukan dengan metode antrean. Setiap nasabah memiliki nomor urut masing-masing untuk pembayaran klaim yang tersendat.
Menurut Dirman, antrean tersebut berlaku di setiap wilayah sehingga nasabah tidak perlu mendatangi kantor pusat Bumiputera di Jakarta untuk menyelesaikan klaim.
"Sistem pembayaran klaim itu dengan prinsip first in first serve. Orang atau oknum yang mengarahkan ke kantor pusat berarti tidak memahami sistem pembayaran klaim di Bumiputera," ujar Dirman kepada Bisnis, Minggu (5/1/2020).
Dia menjelaskan bahwa saat ini Bumiputera menghadapi masalah likuiditas dan solvabilitas yang serius. Jajaran direksi pun tidak dapat memastikan tanggal pembayaran klaim karena bergantung kepada keberhasilan strategi yang sedang dijalankan.
"Upaya pemenuhan klaim tentu dengan optimalisasi pengelolaan aset finansial. Yang kami harus pikirkan bukan saja 264.000 polis yang saat ini klaimnya tertunda, tapi juga harus memikirkan klaim yang akan terjadi pada periode berikutnya," ujar Dirman.
Saat ini Bumiputera mencatatkan outstanding claim hingga Rp4 triliun dan membukukan gap aset dan liabilitas hingga Rp23 triliun. Selisih tersebut kian melebar dari tahun-tahun sebelumnya dan menunjukkan kondisi keuangan yang tak kunjung membaik.
Berdasarkan dokumen OJK yang diperoleh Bisnis, defisit Bumiputera pada 1997 tercatat sebesar Rp2,9 triliun. Satu dekade berselang atau pada 2007 defisit tercatat sebesar Rp2,04 triliun, pada 2017 menjadi Rp18,87 triliun dan terus membengkak hingga kini.