Bisnis.com, JAKARTA — Rencana peningkatan modal perusahaan asuransi pasca mencuatnya kasus Jiwasraya, Bumiputera dan Asabri harus diikuti dengan pemberian stimulus bagi industri.
Risk Monitoring Committee PT Sompo Insurance Indonesia Irvan Rahardjo menilai bahwa peningkatan modal setor asuransi merupakan langkah baik yang patut dilakukan secara bertahap.
Menurut dia, meningkatnya modal dapat membuat kapasitas perusahaan asuransi dalam menerima risiko turut meningkat. Hal tersebut dapat menghemat devisa dari reasuransi ke luar negeri, akibat rendahnya kapasitas di dalam negeri.
Sebelum peningkatan modal dilakukan, regulator yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus menyediakan skema insentif yang menarik bagi industri. Hal tersebut dapat menjadi stimulus bagi perusahaan asuransi untuk memenuhi kewajiban kecukupan modal, salah satunya melalui merger.
"Yang lebih mendesak dan patut didorong adalah dengan insentif, antara lain dengan keringanan pajak untuk merger di antara perusahaan asuransi," ujar Irvan kepada Bisnis, Rabu (5/2/2020).
Dia menilai merger menjadi penting, khususnya bagi asuransi umum yang 70% di antaranya merupakan perusahaan berskala kecil. Menurut Irvan, dengan merger, jumlah perusahaan berskala kecil tersebut dapat berkurang menjadi sekitar setengah dari total perusahaan.
Baca Juga
Adapun, Irvan menilai bahwa terdapat urgensi untuk meningkatkan syarat modal minimal seiring mencuatnya kasus gagal bayar di sejumlah perusahaan asuransi. Selain itu, terdapat sejumlah perusahaan bermasalah yang tidak mampu membayar kewajiban meskipun seluruh asetnya telah dilikuidasi.
Menurut dia, asosiasi industri asuransi harus membantu sosialisasi dari urgensi peningkatan syarat minimal tersebut.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Pengawasan Departemen IKNB 2A OJK Ahmad Nasrullah menjelaskan bahwa otoritas sedang mengkaji besaran syarat modal minimal yang akan diterapkan bagi perusahaan asuransi.
Otoritas menilai bahwa sudah saatnya terdapat peningkatan modal minimal di industri asuransi. Hal tersebut karena batasan modal minimal Rp150 miliar yang berlaku saat ini dinilai belum cukup kuat untuk menampung risiko.
"Terutama sekarang ada risiko-risiko investasi [yang perlu diperhitungkan]. Kalau modalnya kuat itu kan bisa menjadi bumper juga bagi industri asuransi," ujar Nasrullah, Selasa (4/2/2020).