Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS. Beleid tersebut mencakup pelaksanaan tata kelola investasi, teknologi informasi, data, dan iuran.
Beleid itu ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 29 Januari 2020 dan diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 31 Januari 2020.
Berdasarkan PP tersebut yang diutip Selasa (11/2/2020), terdapat delapan prinsip yang menjadi pedoman tata kelola yang baik dari BPJS, yakni keterbukaan, akuntabilitas, responsibilitas, kemandirian, kesetaraan dan kewajaran, prediktabilitas, partisipasi, serta dinamis.
Sebagai bentuk penerapan tata kelola yang baik, PP tersebut mengatur agar Dewan Pengawas dan Direksi memiliki hubungan kerja yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Kedua pihak pun harus menjalankan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya masing-masing dengan saling menghormati.
Selain itu, untuk membantu pelaksanaan tugasnya, Dewan Pengawas dan Direksi BPJS dapat membentuk kelengkapan organ BPJS yang berupa komite. Pembentukan komiter tersebut dilakukan secara selektif sesuai kebutuhan BPJS.
"Jumlah komite sebagaimana dimaksud pada ayat 1 [Pasal 10] paling banyak terdiri atas tiga komite, paling sedikit komite yang menjalankan fungsi audit dan fungsi manajemen risiko," tertulis dalam Pasal 10 ayat 3 dari PP tersebut.
Selain itu, PP 25/2000 pun mengatur secara khusus tata kelola investasi dari BPJS. Tertulis bahwa Direksi wajib mengambil keputusan investasi secara profesional dan mengoptimalkan pengembangan dana investasi dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, ekamanan dana, dan hasil yang memadai.
"Dalam mengelola investasi, Direksi wajib melakukan analisis terhadap risiko investasi serta rencana penanganannya dalam hal terjadi peningkatan risiko investasi; dan melkaukan kajian yang memadai dan terdokumentasi dalam menempatkan, mempertahankan, dan melepaskan investasi," tertulis dalam beleid tersebut.
Direksi pun diwajibnya untuk menerapkan tata kelola teknologi informasi yang efektif. BPJS pun wajib membangun pusat data terpadu yang digunakan secara bersama-sama untuk penyelenggaraan program Jaminan Sosial, dengan tetap menjaga kerahasiaan informasi.
Selain itu, BPJS pun perlu melakukan tata kelola iuran dan menerapkan manajemen risiko. Penerapan tersebut dilakukan dengan pengendalian internal, di antaranya mencakup monitoring dan pelaporan atas penilaian kualitas sistem pengendalian internal, termasuk fungsi internal audit.
PP itu pun menegaskan bahwa BPJS yang terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) bertanggung jawab langsung kepada presiden. Adapun, penilaian capaian kinerja BPJS akan dilakukan oleh Menteri Kesehatan, Menteri Ketenagakerjaan, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).