Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali meminta pemerintah untuk menurunkan tarif iuran BPJS Kesehatan sesuai dengan tarif sebelum terbitnya Perpres No. 75/2019.
Menurut anggota dewan, pendataan ulang peserta BPJS Kesehatan atas data cleansing (penyisiran) yang dilakukan oleh pemerintah masih belum selesai sehingga tidak valid untuk dijadikan rujukan peningkatan tarif.
"Jangan dulu naikkan tarif iuran BPJS Kesehatan kalau cleansing-nya belum selesai," ujar Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily, Selasa (18/2/2020).
Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan cleansing data kepesertaan BPJS tidak mungkin untuk dilakukan dalam waktu satu hingga dua bulan saja.
Oleh karena itu, data perlu diperjelas sebelum pemerintah meminta dukungan politik atas kenaikan tarif tersebut.
"Pemerintah harus mempertimbangkan kesimpulan yang lalu. Jangan meminta dukungan politik dari DPR tapi datanya belum jelas," kata Puan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan dalam kebijakan jaminan kesehatan nasional (JKN), pemerintah mempertimbangkan 3 hal yakni aspek tarif, manfaat, dan kemampuan BPJS Kesehatan untuk mengumpulkan iuran.
Tiga hal tersebut perlu dipertimbangkan untuk menjaga sistem JKN bisa berkelanjutan
Meskipun BPKP sudah melakukan audit atas BPJS Kesehatan dan telah menemukan berbagai masalah dalam implementasi JKN, tidak bisa dijamin kebijakan yang diambil dari audit tersebut bakal langsung menyelesaikan masalah defisit BPJS Kesehatan.
"Jangan dibayangkan langsung selesai, karena masih ada mismatch iuran [BPJS Kesehatan] dengan manfaat," kata Sri Mulyani, Selasa (18/2/2020).
Sri Mulyani menuturkan defisit timbul akibat adanya adverse selection, yakni banyak perserta BPJS Kesehatan yang mendaftar menjelang sakit. Hal ini ditambah lagi dengan keaktifan PBPU yang rendah sehingga klaim katasrofik menjadi sangat tinggi.
"Ini menimbulkan defisit struktural dan dengan ini diputuskan adanya kenaikan iuran. Seharusnya iuran itu di-review 2 tahun sekali tapi sejak dulu tidak pernah dinaikkan. UU yang mengamanatkan itu," kata Sri Mulyani.