Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pendapatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bergantung kepada kelompok penerima bantuan iuran (PBI) dalam keberlangsungan program.
Dalam data yang dimiliki Kementerian Kesehatan, 62% dari pendapatan BPJS Kesehatan berasal dari APBN yakni iuran masyarakat yang ditanggung melalui APBN. Sedangkan sisanya berasal dari berbagai program, termasuk otomatisasi pemotongan gaji karyawan swasta.
"PBI, PBPU Pemda, PPU PN, dan BP PN itu dibayarin oleh pemerintah. Jadi BPJS [Kesehatan] sampai sekarang 62%nya kerjanya adalah uang dari Menteri Keuangan. Yang mereka cari sendiri sebenarnya cuman 38%," kata Budi dalam rapat bersama Komisi IX DPR, Selasa (15/7/2025)
Kementerian Kesehatan mencatat iuran segmen PBI mencapai Rp48,36 triliun pada 2024. Iuaran yang dibayarkan lewat APBN ini terus naik setiap tahunnya yakni Rp35 triliun pada 2019, Rp48 triliun di tahun 2020, Rp47 triliun di tahun 2021, Rp46,05 triliun di tahun 2022, serta Rp45,77 triliun di tahun 2023.
Budi merincikan dari 96 juta peserta PBI yang ditanggung dari APBN hanya 14 juta yang menggunakan fasilitas rawat jalan dan 12 juta rawat inap dalam setengah tahun. Artinya, kelompok ini didominasi penduduk relatif sehat.
"Ini adalah orang-orang termiskin, desil 1 sampai 4, dan mereka yang memanfaatkan layanannya 14 juta sampai Mei 2025. Kalau setahun kira kira dikali dua, mungkin 30 juta kunjungan dalam setahun," ungkapnya.
Baca Juga
Besarnya ketergantungan dari segmen PBI ini, oleh BPJS Watch menjadi ruang untuk memastikan keberlanjutan program. Timboel Siregar dalam kesempatan terpisah menyebut pemerintah dapat menaikkan iuran BPJS Kesehatan menjadi sebesar usulan DJSN yakni Rp71.000 pada kelompok PBI. Dengan besaran yang naik hampir dua kali lipat Rp42.000, maka program JKN yang saat ini sedang defisit dapat dijaga kesehatannya dalam jangka panjang.