Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemangkasan Penempatan Giro Wajib Harus Didukung Kebijakan Fiskal

Bank Indonesia telah memangkas rasio giro wajib minimum (GWM) valas dan rupiah bank-bank umum konvensional.
Karyawan melintas didekat logo Bank Indonesia di Jakarta, Senin (30/12/2019). Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan melintas didekat logo Bank Indonesia di Jakarta, Senin (30/12/2019). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan moneter Bank Indonesia berupa pemangkasan giro wajib minimum akan lebih moncer jika didukung oleh kebijakan fiskal.

Bank Indonesia telah memutuskan untuk memangkas rasio giro wajib minimum (GWM) valas bank-bank umum konvensional yang semula 8 persen dari dana pihak ketiga (DPK) menjadi 4 persen. Kebijakan, yang diprediksi akan meningkatkan likuiditas valas di industri bank sekitar US$3,2 miliar ini, akan berlaku mulai 16 Maret 2020.

Bank Sentral juga menurunkan GWM rupiah sebesar 50 basis poin menjadi 5 persen, yang ditujukan kepada bank-bank yang melakukan kegiatan pembiayaan ekspor impor. Kebijakan yang berlaku mulai 1 April 2020 ini diyakini akan membuat bank mampu membiayai kegiatan ekspor impor.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan kebijakan yang diambil BI tersebut adalah sesuatu yang diharapkan oleh industri perbankan dan dunia usaha. Hanya saja, perlu dicatat bahwa efektivitas kebijakan ini akan bergantung pada arah kebijakan fiskal.

Menurutnya, pelonggaran moneter tidak akan efektif apabila tidak didukung oleh kebijakan fiskal yang longgar.

"Insentif fiskal, melanjutkan berbagai insentif yang sebelumnya, tetapi harusnya lebih merata ke berbagai sektor, tidak hanya sektor pariwisata," katanya kepada Bisnis, Senin (2/3/2020).

Presiden Direktur PT Bank Mayapada International Tbk. Haryono Tjahrijadi menyampaikan kebijakan BI untuk menurunkan GWM merupakan langkah yang tepat, tetapi sinergi dari regulator lainnya juga sangat diperlukan.

"Semua kebijakan dari BI sudah baik, tetapi tidak cukup hanya BI yang merelaksasi. Harus ada sinergitas dari regulator lainnya untuk bersama-sama mengatasi dampak dari covid-19 ini," kata Haryono.

Terpisah, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. Jahja Setiaatmadja merespon positif kebijakan moneter tersebut dalam meningkatkan likuditas dolar. Hanya saja, sejauh mana dampak corona virus terhadap likuiditas valuta asing tidak dapat ditebak pengaruhnya.

"Untuk likuiditas dolar bagus sekali, jadi ada tambahan pasokan likuiditas dolar," katanya kepada Bisnis, Senin (2/3/2020).

Menurutnya, terkait pemangkasan GWM rupiah, BCA akan terus mencermati transaksi ekspor impor berdasarkan kondisi permintaan pasar.

"BCA juga akan meningkatkan kerja sama, koordinasi, dan konsultasi dengan regulator serta stakeholder dalam menghadapi perkembangan ekonomi saat ini," sebutnya.

Sementara itu, Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan penurunan GWM valas memang direspon positif oleh pasar. Buktinya, rupiah sedikit menguat ke posisi Rp14.265 per dolar Amerika Serikat.

Selain itu, langkah Bank Indonesia yang menurunkan GWM rupiah sebesar 50 basis poin menjadi 5 persen kepada bank-bank yang melakukan kegiatan ekspor-impor juga positif.

Hanya saja, Bank Mandiri masih belum bisa memprediksi seberapa efektif kebijakan tersebut. "Semua kebijakan Bank Indonesia, bersama inisiatif Pemerintah akan membantu menopang perekonomian di tengah tekanan melemahnya pertumbuhan ekonomi domestik," katanya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper