Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku industri perbankan menyambut positif relaksasi dari Bank Indonesia berupa penurunan rasio giro wajib minimum (GWM).
Sebagai informasi, BI telah memutuskan untuk memangkas rasio GWM valas dari semula 8 persen menjadi 4 persen dari dana pihak ketiga bank. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada 16 Maret 2020. Penurunan tersebut akan meningkatkan likuiditas valas di bank, jumlahnya sekitar US$3,2 miliar.
Otoritas moneter juga menurunkan sebesar 50 basis poin GWM rupiah dari 5,5 persen menjadi 5 persen. Namun, kebijakan ini khusus untuk bank yang melakukan pembiayaan ekspor dan impor.
Direktur Wholesale Banking PT Bank Permata Tbk. Darwin Wibowo mengatakan perseroan sangat mendukung langkah yang diambil oleh regulator tersebut.
"Saya belum sempat pelajari, tetapi penurunan GWM selalu membantu perbankan dari sisi likuiditas," katanya, Senin (2/3/2020).
Akan tetapi, Darwin mengakui perbankan saat ini masih memiliki ruang yang cukup baik dari segi likuiditas.
Baca Juga
"Likuiditas sementara ini memang cukup terjaga. Kalau mau benar-benar dimanfaatkan untuk intermediasi mungkin perlu waktu untuk bisa lebih baik," katanya.
Hal senada juga disebutkan oleh, Presiden Direktur PT Bank Pan Indonesia Tbk. Herwidayatmo.
"Kami berpendapat langkah yang diambil oleh Bank Indonesia tersebut sangat tepat, terutama untuk memberi kolenggaran likuiditas kepada perbankan dan menggerakkan ekonomi," katanya.
Di hubungi terpisah, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Elis Muldjiwati menyebutkan pelonggaran tersebut setidaknya harus menunggu hingga semester kedua tahun ini agar termanfaatkan.
"Setidaknya harus menunggu periode menjelang lebaran dan setelah lebaran. Saat itu, musim panas sudah mulai datang, dan konsumsi sudah mulai membaik," katanya.
Dia menjelaskan, saat ini perbankan saat ini masih belum mampu menyalurkan kreditnya dengan baik lantaran pelaku industri riil sedang dalam tekanan.
Rantai pasok mereka yang mayoritas berasal dari China terhambat, baik untuk barang industri mapupun konsumsi.
"Ini membuat harga semakin mahal dan menghambat produksi dan konsumsi. Kalau, mencari di luar China pun, harga barang sudah mulai naik signifikan juga," katanya.