Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Pilih Restrukturisasi Kredit Bermasalah Daripada Hapus Buku

Jumlah write off atau hapus buku kredit pada kuartal pertama tahun ini dinilai masih bisa dijaga tidak terlalu tinggi. Namun, pertumbuhan restrukturisasi mengalami kenaikan seiring dengan upaya perbankan menjaga rasio kredit bermasalah.
Pengunjung mencari informasi mengenai Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Indonesia Properti Expo (Ipex) 2020 di Jakarta, Minggu (16/2/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Pengunjung mencari informasi mengenai Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Indonesia Properti Expo (Ipex) 2020 di Jakarta, Minggu (16/2/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

    Bisnis.com, JAKARTA – Jumlah write off atau hapus buku kredit pada kuartal pertama tahun ini dinilai masih bisa dijaga tidak terlalu tinggi. Namun, pertumbuhan restrukturisasi mengalami kenaikan seiring dengan upaya perbankan menjaga rasio kredit bermasalah.

    Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuanagan, total nilai hapus buku pada akhir 2019 tercatat Rp430,74 triliun, naik 9,84% secara tahunan. Tren ini tergolong cukup baik sejak 2016, mengingat tekanan perang dagang dan perlambatan pertumbuhan ekonomi tahun lalu pun cukup tinggi.

    Analis Perhimpunan Perbankan Nasional (Perbanas) Dendy Indramawan mengatakan langkah perbaikan kualitas kredit perbankan pada awal tahun tidak akan sampai mengarah kepada write off kredit.

    Apalagi, OJK tetlaah merelaksasi restrukturisasi kredit OJK dan memberi kepastian payung regulasi khusus untuk kredit-kredit berpotensi macet.

    “Bank bisa langsung melakukan restrukturisasi kredit. Jadi, untuk write-off diprediksi menjadi opsi kedua,” katanya kepada Bisnis, Kamis (2/4/2020).

    Terlebih, dia menyebutkan upaya write off akan membuat bank perlu meningkatkan pencadangan dan menggerus modal dan laba bank.

    Meski demikian, Dendy tetap melihat sebagian bank sudah melihat petensi write off pada awal tahu seiring dengan meningkatkan potensi perlambatan ekonomi.

    Write off akan tetap ada kalau kredit memang betul-betul tidak bisa ditagih. Tapi tren tidak melonjak. Lagi pula, prinsip utama write off kan tidak berarti hapus tagih. Jadi, di saat ekonomi membaik di kemudian hari. Bank bisa menagih lagi. Apalagi recovery rate tren meningkat sekitar 30%," ungkapnya.

    Senada, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Lando Simatupang pun menyebutkan hapus buku tidak akan menjadi pilihan yang gegabah pada awal tahun ini.

    “Untuk ke hapus buku ada tahapannya. Tetapi untuk kredit bermasalah tentunya akan meningkat,” katanya.

    Lagi pula Lando berpendapat, stimulus masing-masing negara, berupa relaksasi fiskal, bantuan untuk UMKM, dan pekerja harian akan membuat kita sedikit relaksi dari tekanan pandemi ini.

    “Bank perlu menerapkan tata kelola yang baik dalam kredit bermasalah dan hapus buku. Meskipun OJK sudah buat kebijakan relaksasi dan boleh penundaan kewajiban oleh debitur, Bank harus memilih dan memilah, sehingga debitur tidak mudah beri alasan,” katanya.

    Kalau pun dilakukan upaya write off dini, Lando berpendapat kondisi permodalan bank sangat kuat, dan masih mampu menyerap potensi kerugian. Hanya beberapa bank yang memiliki rasio kecukupan modal di sekitar ambang batas minimum yang berpotensi kewalahan melakukan upaya ini.

    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

    Penulis : M. Richard
    Editor : Ropesta Sitorus
    Konten Premium

    Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

    Artikel Terkait

    Berita Lainnya

    Berita Terbaru

    Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

    Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

    # Hot Topic

    Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

    Rekomendasi Kami

    Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

    Foto

    Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

    Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper