Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pandemi Berlarut, Sri Mulyani Sebut Kredit Bermasalah Bank Bisa Terkerek

Apabila kondisi tidak segera pulih, maka banyak usaha akan tutup dan pada akhirnya berdampak ke industri keuangan dan perbankan.
Ilustrasi Bank/Istimewa
Ilustrasi Bank/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah melihat kondisi ekonomi yang berat tahun ini akibat virus corona (Covid-19) dapat membuat peningkatan pada rasio kredit bermasalah perbankan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan kondisi ekonomi yang berat akan memberi dampak yang signifikan pada terhadap pendapatan dan likuiditas semua pelaku usaha di sektor riil. Apabila kondisi ini tidak segera pulih, maka banyak usaha akan tutup dan pada akhirnya berdampak ke industri keuangan dan perbankan.

"Jika kondisi ini berlarut, maka mungkin akan banyak yang tutup, maka ada potensi [peningkatan pada] NPL perbankan kita. Semua bank juga sudah harus melakukan restrukturisasi karena ada kesulitan mencicil pokok dan bunga," katanya dalam rapat secara live streaming dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (4/5/2020).

Meski demikian, dia menyebutkan kondisi ini bukan suatu kondisi buruk yang hanya dihadapi oleh Indonesia.

Semua pemerintah di negara-negara lain secara serentak juga melakukan relaksasi fiskal yang diharap dapat membuat tekanan dari penurunan kualitas kredit tersebut dapat minimal.

"Bahkan, negara yang prudent fiskalnya sekarang dipaksa defisit, seperti Australia dan Singapura biasanya prudent, sekarang justru ekspansi fiskal 11 persen dari GDP," ucapnya.

Adapun, dampak dari penyebaran virus corona di Indonesia ini cukup signifikan di sektor lainnya, sebagai contoh sebanyak 12.703 jadwal penerbangan domestik dan internasional dibatalkan sepanjang Januari-Februari. Rp207 miliar pun hilang di sektor layanan udara selama periode yang sama.

Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada Februari anjlok 30 persen dan tingkat okupansi hotel serta devisa pariwisata diperkirakan ambles 50 persen.

"PMI Manufacturing Indonesia turun jadi 27,5 pada April dari 45,3 di Maret 2020. Terendah dalam sejarah sejak 2011," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : M. Richard
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper