Bisnis.com, JAKARTA - Penyebaran virus corona (Covid-19) di seluruh dunia tak terkecuali sektor perbankan.
Dalam webinar Bisnis Indonesia bersama OJK dengan tema Menjaga Industri Perbankan di Tengah Pandemi Covid-19 Melalui Kebijakan Relaksasi Kredit dan Subsidi Bunga, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan regulator melihat ada 3 potensi risiko untuk sektor perbankan.
Risiko pertama adalah risiko kredit. "Ini akan mulai terlihat kalau sektor UMKM terganggu dan tidak membayar kewajibannya," ujarnya.
Rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) pun naik jika nasabah bank tidak membayar kewajibannya.
Risiko kedua adalah risiko pasar. Heru menyebutkan risiko pasar bagi perbankan muncul karena pelemahan nilai tukar rupiah.
Sementara, risiko ketiga adalah likuiditas. Risiko ini muncul karena ketika debitur mengalami kesusahan dalam usaha atau pendapatan, maka cicilan kredit pun juga tertunda. Hal ini akan berdampak pada arus kas perbankan.
"Kami tidak ingin semua [risiko] terjadi, kalau terjadi akan diminimalisir dampaknya. POJK sudah melalukan forward looking untuk menopang sektor riil dan sektor keuangan," jelasnya.
Adapun, OJK telah merilis regulasi POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Regulasi tersebut mencakup dua ketentuan.
Pertama, penilaian kualitas kredit atau pembiayaan maupun penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit sampai dengan Rp10 miliar.
Kedua, restrukturisasi dengan peningkatan kualitas kredit atau pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi. Ketentuan restrukturisasi ini dapat diterapkan Bank tanpa batasan plafon kredit.