Bisnis.com, JAKARTA - Data Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mencatat hingga 30 September 2024 terdapat 56,4 juta peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berstatus nonaktif. Jumlah itu setara 20,63% dari total peserta. Angka ini meningkat 2,68 juta jiwa dibandingkan dengan posisi 31 Desember 2023.
Peserta JKN yang dilayani oleh BPJS Kesehatan menjadi tidak aktif akibat beberapa faktor seperti tunggakan iuran, yang menyebabkan 14,97 juta peserta dinonaktifkan, dengan mayoritas berasal dari segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri. Total peserta mandiri yang menunggak mencapai 14,74 juta jiwa.
Selain itu, kepesertaan JKN juga menjadi tidak aktif akibat proses mutasi, yang menyebabkan 41,47 juta peserta kehilangan status kepesertaannya. Dari jumlah tersebut, sebanyak 9,2 juta peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) Non-Penyelenggara Negara atau pekerja swasta menjadi tidak aktif akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau pengunduran diri, sedangkan 944.000 peserta lainnya berasal dari segmen PPU Penyelenggara Negara.
Kelompok terbesar yang non aktif per akhir 2024 yakni 19,16 juta jiwa berasal dari segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) akibat verifikasi dan validasi data, sementara 10,12 juta jiwa dari segmen PBPU yang didaftarkan oleh pemerintah daerah dinonaktifkan oleh Pemda.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menjelaskan hingga akhir Desember 2024 pihaknya mencatat total tunggakan iuran JKN mencapai Rp21,48 triliun dari 28,85 juta peserta. BPJS Kesehatan menawarkan program cicilan hingga diskon tahun tunggakan untuk menyelesaikan persoalan peserta mandiri ini.
"Umpama orang menunggak 10 tahun, hanya bayar dua tahun," kata Gufron pekan lalu.
Baca Juga
Sementara itu, dikutip dari laman Dinas Sosial Kabupaten Sragen, Minggu (9/2/2025), penaktifan kembali kartu BPJS Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI) juga dapat dilakukan dalam beberapa kasus. Berikut ketentuannya:
Syarat dan Ketentuan Reaktivasi KIS PBI BPJS Kesehatan
Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 21 Tahun 2019 Pasal 8, kartu Indonesia Sehat (KIS) PBI yang telah dinonaktifkan dapat diaktifkan kembali dalam waktu paling lama enam bulan sejak penetapan penghapusan. Reaktivasi ini hanya bisa dilakukan jika peserta masih layak membutuhkan layanan kesehatan.
Syarat utama peserta PBI adalah:
- Warga Negara Indonesia (WNI).
- Memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terdaftar di Dukcapil.
- Terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Langkah-langkah Mengaktifkan Kembali KIS PBI
Jika kepesertaan KIS PBI dinonaktifkan, peserta bisa mengajukan permohonan reaktivasi dengan mengikuti prosedur berikut:
-
Siapkan Dokumen Persyaratan
- Kartu Indonesia Sehat (KIS).
- Kartu Tanda Penduduk (KTP).
- Kartu Keluarga (KK).
-
Datang ke Dinas Sosial
- Peserta membawa dokumen yang dibutuhkan ke kantor Dinas Sosial setempat untuk pengecekan status kepesertaan.
- Jika peserta sudah tidak terdaftar di DTKS atau kepesertaannya dinonaktifkan lebih dari enam bulan, maka peserta harus membawa Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari kelurahan atau desa setempat untuk dimasukkan kembali ke dalam DTKS.
-
Verifikasi Data oleh Dinas Sosial
- Dinas Sosial akan melakukan pengecekan dokumen serta status peserta di DTKS.
- Jika memenuhi syarat, Dinas Sosial akan menerbitkan surat keterangan yang ditujukan kepada Kepala Cabang BPJS Kesehatan Sragen untuk permohonan reaktivasi kepesertaan PBI.
-
Reaktivasi oleh BPJS Kesehatan
- Setelah mendapat surat keterangan dari Dinas Sosial, peserta bisa mengajukan reaktivasi ke BPJS Kesehatan.
- Jika disetujui, kepesertaan PBI akan kembali aktif.
-
Gunakan Kartu KIS yang Sudah Aktif
- Peserta dapat kembali ke fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) atau rumah sakit untuk memastikan kartu sudah aktif dan bisa digunakan untuk layanan kesehatan.
Dengan mengikuti prosedur di atas, peserta yang memenuhi syarat bisa kembali mendapatkan manfaat dari BPJS Kesehatan PBI. Pastikan untuk selalu memperbarui data kependudukan dan sosial agar kepesertaan tetap aktif dan tidak terhambat dalam mendapatkan layanan kesehatan.