Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sri Mulyani Ingatkan Perbankan Syariah soal Peningkatan Risiko Bisnis

Peningkatan risiko selama masa pandemi ini harus diwaspadai oleh perbankan syariah, mulai dari pengetatan likuiditas, penurunan kualitas aset, hingga penurunan profitabilitas.
Sri Mulyani/Instagram@smindrawati
Sri Mulyani/Instagram@smindrawati

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perbankan syariah Tanah Air juga ikut terdampak pandemi Covid-19 yang menyebabkan meningkatnya berbagai risiko bisnis.

Penerapan PSBB kata Sri Mulyani telah menyebabkan penurunan kinerja berbagai sektor, seperti manufaktur, perdagangan, dan bahkan proyek-proyek pembangunan juga mengalami penurunan atau pembatalan.

Oleh karena itu, menurutnya, peningkatan risiko selama masa pandemi ini harus diwaspadai oleh perbankan syariah, mulai dari risiko pengetatan likuiditas, penurunan kualitas aset, hingga penurunan profitabilitas.

"Risiko tersebut yang dihadapi institusi perbankan, termasuk perbankan syariah harus diwaspadai," katanya dalam webinar, Kamis (23/7/2020).

Kenaikan risiko terhadap pembiayaan bermasalah (nonperforming financing/NPF) pun dinilai akan menjadi salah satu indikator yang menentukan kemampuan untuk bisa bertahan dan bangkit kembali setelah pandemi Covid-19.

Tidak hanya itu, Sri Mulyani mengatakan perbankan syariah juga harus mengalami pertumbuhan penyaluran pembiayaan yang melambat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, bahkan pertumbuhan tahun ini pun diprediksi berpotensi negatif.

Padahal pada 2019 lalu, perbankan syariah mampu mencatat pertumbuhan penyaluran pembiayaan di kisaran dua digit, dengan market share di atas 5 persen.

Sri Mulyani menyebut, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, mayoritas pembiayaan disalukran ke sektor konsumtif, di antaranya pembiayaan untuk perumahan sebesar Rp83,7 triliun, perlatanan rumah tangga lainnya, termasuk multiguna sebesar Rp55,8 triliun.

Di samping itu, pembiayaan syariah ke sektor produktif juga tercatat cukup besar, misalnya ke sektor perdagangan besar dan eceran sebesar Rp37,3 triliun, konstruksi Rp32,5 triliun, dan industri pengolahan Rp27,8 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper