Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Yudha Bhakti Tbk. hanya menunggu waktu untuk resmi naik kelas ke bank umum kegiatan usaha (BUKU) II dan memiliki nama baru. Lantas, mampukah capaian itu membawa pertumbuhan laba perseroan lebih tinggi dan mendorong kinerja sahamnya?
Modal inti perseroan meningkat dari Rp936,43 miliar per 30 Juni 2020 menjadi Rp1,09 triliun, seiring dengan telah efektifnya aksi korporasi berupa penawaran umum terbatas (PUT) III melalui hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau right issue. RUPSLB yang digelar pekan lalu, juga menyetujui perubahan nama perseroan menjadi PT Bank Neo Commerce Tbk.
Dari sisi laba, emiten bersandi saham BBYB sukses mengantongi pertumbuhan laba 100,21%, dari Rp9,65 miliar pada semester I/2019 menjadi Rp19,32 miliar pada semester I/2020.
Bahkan, perolehan laba itu telah melampaui total jumlah laba sepanjang 2019 yaitu Rp16 miliar, setelah bertolak belakang dengan kondisi perusahaan yang mengalami rugi pada 2018 sebesar Rp136,99 miliar.
Dalam public expose pekan lalu, Direktur Utama Bank Yudha Bhakti Tjandra Gunawan mengatakan perseroan masih menunggu konfirmasi dari OJK. Namun sesuai dengan ketentuan, BYB sudah naik kelas ke BUKU II. Dia mengatakan perseroan akan semakin agresif setelah naik kelas ke BUKU II. Penggantian nama ini juga memperkuat perseroan untuk bertransformasi menjadi digital bank.
Transformasi bisnis dan digital yang sudah dimulai sejak tahun lalu, masuk dalam dalam rencana strategis perseroan lima tahun ke depan. Di antaranya dengan mengembangkan aplikasi mobile banking dan internet banking yang akan diluncurkan pada semester II ini.
"Sebagai perbankan yang akan naik kelas ke BUKU II, maka perseroan akan lebih dulu mengembangkan produk yang diwajibkan di bank BUKU II," katanya.
Selain pengembangan mobile banking dan internet banking, perseroan juga akan mengembangkan open banking dan open API sehingga proses transaksi dan identifikasi melalui profil nasabah akan lebih seamless. Pengolahan dan analisa data nasabah akan lebih terperinci dan tepat karena dilakukan secara digital.
Seiring dengan produk dan layanan baru yang ditawarkan, perseroan akan menyasar target pasar yang lebih luas seperti milenial. Meski menyasar segmen baru, segmen pensiunan yang porsi saat ini mencapai 70%-80% akan tetap dipertahankan. Produk pensiunan akan dioptimalkan dengan pengembangan teknologi dan digitalisasi.
Meski begitu, perseroan memasang target realistis pada tahun ini. Baik DPK maupun penyaluran kredit, dipasang sama dengan tahun lalu. Per Desember 2019, perseroan mencatatkan DPK senilai Rp4,07 triliun dan pernyaluran kredit sebesar Rp3,8 triliun.
"Terjangan Covid-19 sangat masif, sehingga saya tidak memasang target yang agresif. Saya realistis saja. Memang tidak mengalami pertumbuhan, tetapi dengan kita bisa mempertahankan di titik yang sama juga membutuhkan effort yang besar," imbuhnya.
Dari sisi kinerja saham, Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji mengatakan transformasi yang dilakukan perseroan belum akan menjadi sentimen positif bagi saham BBYB, apalagi sahamnya tidak likuid.
Pada penutupan perdagangan Kamis (6/8/2020), saham BBYB berada di level Rp288 atau sama dengan penutupan perdagangan kemarin. Saham BBYB hanya ditransaksikan 2 kali dengan volume 3.500 saham dan nilai transaksi Rp1,01 juta.
"Kalau sudah berhasil meningkatkan market cap secara signifikan, baru bisa membuat saham menjadi lebih likuid. Investor lebih senang berinvestasi di saham-saham berkapitalisasi besar," katanya, Kamis (6/8/2020).