Bisnis.com, JAKARTA — Penolakan gugatan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan menimbulkan sejumlah pertanyaan karena dinilai tidak memiliki landasan hukum yang kuat.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyatakan bahwa keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak gugatan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) atas Peraturan Presiden (Perpres) 64/2020 tentang Jaminan Kesehatan membuat pihaknya bertanya-tanya ada apa di balik keputusan tersebut.
Menurutnya, Perpres 64/2020 memiliki isi yang relatif sama dengan Perpres 79/2019, yang sebelumnya telah digugurkan oleh MA. Alasan pembatalan Perpres lama itu karena daya beli masyarakat yang rendah dan masih kurangnya kualitas pelayanan BPJS Kesehatan.
Timboel menilai bahwa alasan penolakan Perpres 79/2019 masih relevan dengan landasan gugatan KPCDI atas Perpres 64/2020. Maka, keputusan MA yang kali ini tidak mengabulkan permohonan penggugat, menjadi sebuah tanda tanya besar bagi BPJS Watch.
"Ketika dikontekskan dengan Covid-19, daya beli masyarakat justru terperosok, dan terkait pelayanan menurut saya juga masih belum baik. Agak ganjil, karena dua hakim yang memutus [penolakan gugatan] Perpres 64/2020 sama dengan yang memutus [pembatalan] Perpres 75/2019," ujar Timboel pada Rabu (19/8/2020).
Dia menjabarkan bahwa BPJS Watch masih sering menerima aduan masalah-masalah 'klasik' terkait BPJS Kesehatan, seperti peserta yang kesulitan mencari kamar rawat inap, pasien yang disuruh menunggu padahal harus segera mendapatkan tindak operasi, obat-obatan yang harus dibeli sendiri, bahkan disuruh pulang sebelum dinyatakan sembuh.
Baca Juga
"Ketika disuruh pulang, harus dipastikan peserta itu layak pulang, ini ada oknum rumah sakit yang memanfaatkan INA-CBGs. Pelayanan BPJS Kesehatan belum membaik, apa landasannya gugatan KPCDI ditolak?" ujarnya.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien menyatakan bahwa penolakan gugatan tersebut membuat Perpres 64/2020 tetap bisa dilaksanakan. Menurutnya, Perpres itu dapat mendorong perbaikan seluruh ekosistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Kalau kita baca betul pembentukan Perpres 64/2020 ini untuk memperbaiki ekosistem JKN. Bukan hanya memperbaiki soal iuran, tetapi juga ekosistem program JKN secara keseluruhan," ujar Mutaqqien.
Sebelumnya, Kuasa Hukum KPCDI Rusdianto Matulatuwa turut mempertanyakan putusan MA terkait gugatan kliennya itu. Sama halnya seperti Timboel, dia menilai bahwa Perpres baru dan lama itu memiliki nilai yang sama, tetapi MA justru memberikan penilaian yang berbeda.
"Saat kami mengajukan gugatan jilid pertama, kondisi ekonomi sedang lesu, bahkan kalau mengacu ke peristiwa sekarang malah [ekonomi] malah terjun bebas, bukan lesu lagi. Pelayanan juga belum maksimal. Ini barangnya [poin gugatan] sama, yang kemarin dia [MA] suka sekarang tidak suka," ujar Rusdianto kepada Bisnis, beberapa waktu lalu.
Dia menilai bahwa penolakan gugatan Perpres 64/2020 itu bukan hanya merugikan anggota KPCDI, melainkan seluruh masyarakat Indonesia. Saat ini memang iuran peserta Kelas III belum naik karena adanya subsidi, tetapi subsidi itu akan berkurang pada awal 2021 sehingga iuran peserta akan tetap naik.