Bisnis.com, JAKARTA – Rasio kredit terhadap simpanan perbankan secara industri mengalami pelonggaran seiring dengan permintaan kredit yang lesu akibat pandemi Covid-19.
Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), loan to deposit ratio (LDR) bank umum pada Juni 2020 berada pada posisi 89,86% dengan kredit senilai Rp5.549,24 triliun dan dana pihak ketiga senilai Rp6.175,36 triliun. Angka LDR tersebut merupakan yang terendah sejak 2016.
Longgarnya likuiditas tersebut diakui oleh sejumlah bank, khususnya bank-bank pelat merah, salah satunya PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Bank beraset terbesar kedua secara nasional ini mencatatkan pelonggaran LDR pada pertengahan tahun ini, turun dari 97,94% menjadi 87,65%.
Meski demikian, Direktur Keuangan dan Strategi Silvano Winston Rumantir menyatakan BMRI masih tetap berkomitmen untuk mencetak kinerja kredit positif dengan memanfaatkan dana sudah yang terkumpul sejauh ini. Penguatan penyaluran kredit dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi pemulihan ekonomi akhir tahun.
“Fokus Bank Mandiri adalah pertumbuhan kredit dengan penyaluran program penempatan dana pemerintah dan fokus pada sektor-sektor yang prospektif. Selain itu, kami akan terus melakukan efisiensi biaya serta akselerasi digitalisasi. Ini upaya kami untuk mencapai profit yang baik tahun ini,” katanya, belum lama ini.
Di samping itu, Bank Mandiri juga akan fokus melakukan restrukturisasi kepada debitur yang layak sebagai dukungan terhadap program pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional.
Baca Juga
Per 13 Agustus 2020, emiten berkode BMRI ini telah merestrukturisasi kredit terdampak Covid-19 sebesar Rp119,3 triliun yang berasal dari 545.692 debitur. Di segmen wholesale, restrukturisasi dilakukan terhadap 143 debitur dengan baki debet Rp61,7 triliun. Di segmen SME dan Mikro, sebanyak 324.085 debitur dengan baki debet Rp32,6 triliun. Sementara di segmen ritel sebanyak 221.464 dengan baki debet Rp25 triliun.
BMRI juga akan menambah pembentukan biaya cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) sebagai antisipasi penurunan kualitas kredit. Biaya CKPN tercatat Rp10,29 triliun sampai dengan Juni 2020, meningkat 65,65% secara yoy.
Terpisah, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. pun membukukan kinerja yang tak jauh berbeda dengan bank pelat merah lainnya. Emiten bank berkode saham BBNI ini mencatatkan penurunan rasio LDR dari 92,30% menjadi 87,79%.
Direktur keuangan BNI Sigit Prastowo menyebutkan, meskipun likuiditas dana saat ini cukup longgar, perseroan akan tetap terus menjaga pertumbuhan fungsi intermediasi secara selektif. Hanya saja, dia mengatakan peningkatan kredit pada paruh kedua tahun ini tidak akan begitu banyak meningkatkan profitabilitas.
Dia menyampaikan proyeksi laba perseroan sampai akhir tahun ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan Covid-19. Perseroan pun melihat dampak yang signifikan akibat pandemi, perseroan telah menyampaikan revisi rencana bisnis bank (RBB) kepada OJK pada Juni kemarin.
“Pandemi Covid-19 memengaruhi beberapa pencapaian, khususnya terkait pertumbuhan kredit, kemampuan perseroan untuk melakukan recovery dari hapus buku, dan kenaikan NPL. Ini hal yang juga memengaruhi laba kita,” katanya.
Setali tiga uang, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Sunarso juga mengungkapkan pihaknya masih mengupayakan optimalisasi dana yang telah terhimpung sepanjang paruh pertama tahun ini. Total DPK emiten berkode BBRI ini naik 13,49% secara tahunan menjadi Rp1.072 triliun, sehingga membuat LDR perseroan turun ke posisi 86,06%.
"LDR ini mencerminkan masalah likuiditas bukan jadi tantangan, dan rasio LDR ini masih dalam ring ideal. Namun, untuk optimalisasi memang kita perlu penyaluran kredit lebih baik yang juga disesauikan dengan demand masyarakat," katanya.
Dia mengatakan perseroan memanfaatkan tranformasi digital tidak hanya dalam pengembangan bisnis transaksi tetapi juga fungsi intermediasi. Dalam hal kredit, perseroan juga fokus pada penyealmatan dan pengembalian kinerja UMKM yang cukup terdampak pada masa pandemi.
Meski hal ini dilakukan dengan beberapa insentif dari pendapatan bunga, tetapi cukup potensial untuk dapat membuat kredit modal kerja tetap tersalurkan. "Penyaluran kredit pada UMKM baru tentu kami akan upayakan, yakni dengan dua skema yakni hibah modal kerja dan kredit usaha rakyat super mikro nantinya," katanya.
Sedikit berbeda peer-nya sesama bank pelat merah, PT Bank BTPN Tbk. justru masih mencatatkan kenaikan rasio LDR, bahkan di atas 100%. Rasio LDR BTN hingga pertengahan 2020 tercatat sebesar 148,39%, tak berbeda jauh dari periode sama tahun lalu 146,70%. Hanya saja, posisinya masih tergolong aman lantaran NSFR berada pada level 116,56%.
Manajemen BTN menyebutkan situasi Covid-19 dan kualitas kredit pasca-restrukturisasi masih menjadi tantangan di semester II/2020. Prioritas utama perseroan adalah menjaga hubungan erat dan mendukung nasabah-nasabah serta kesehatan karyawan.
Emiten berkode saham BBTN ini juga fokus pada pertumbuhan kredit secara selektif, melanjutkan upaya restrukturisasi kredit dan menjaga kualitas portofolio kredit. Di samping itu, BBTN juga tetap mengembangkan dana murah (CASA), mengurangi biaya dana serta menjaga tingkat pendanaan dan likuiditas yang sehat.
“Manajemen biaya merupakan upaya berkelanjutan yang kami kerjakan. Dan tetap melanjutkan insiatif-inisiatif strategis, menangkap peluang untuk mendukung kinerja dan membangun pertumbuhan di masa depan.”