Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

M. Luthfi Hamidi

Mahasiswa Program Doktor Griffith University Australia

M. Luthfi Hamidi adalah Mahasiswa Program Doktor Griffith University Australia. Saat ini dia menjadi dosen di Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) SEBI, Depok.

Lihat artikel saya lainnya

Social Banking untuk Atasi Defisit Sosial Bank Syariah

Salah satu andalan social banking yang tidak dijumpai dalam umumnya bank konvensional adalah sistem jaminan alternatif. Individu atau UMKM yang memiliki proyek yang layak tetap bisa mendapatkan pembiayaan tanpa menyediakan agunan secara penuh.
Keuntungan Bank Syariah Siap Menyaingi Bank Konvensional?
Keuntungan Bank Syariah Siap Menyaingi Bank Konvensional?

Dalam situasi pandemik ini, dunia perbankan mendapatkan tekanan berat. Efeknya akan segera langsung terasa bagi kalangan usaha, terutama usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Banyak dari mereka yang tidak bisa menjalankan usahanya secara normal dan terpaksa memilih berhenti atau mengurangi produksi sementara waktu.

Alhasil kondisi ini diperkirakan menggerus cash flow dan berakibat kesulitan membayar utang bank atau bahkan meningkatnya kredit macet yang pada gilirannya akan memukul kinerja bank.

Bank syariah sebagai bagian dari industri perbankan juga tidak kebal dari risiko ini. Dalam kondisi normal saja, mereka harus berjibaku untuk tetap berkinerja maksimal. Namun berbeda dengan bank konvensional, bank syariah memiliki ‘beban moral’ yang lebih tinggi. Idealnya, bank syariah tidak hanya dituntut untuk profit tapi juga diharapkan bisa menjadi agen redistribusi keadilan dan kesejahteraan.

Harapan ini masih jauh panggang dari api. Mehmet Asutay, Direktur Durham Centre for Islamic Economics and Finance, dalam beberapa kertas kerja ilmiah menyebut bank syariah mengalami kegagalan sosial (social failure). Indikasi yang paling kasat mata, menurut dia, bank syariah justru lebih banyak memfasilitasi dan melayani kalangan berada (the have) daripada kalangan biasa (the poor) yang semestinya menjadi ladang garapannya.

Lebih lanjut, dia mengkritik bank syariah terjebak dalam memenuhi aspek legal formal dalam transaksi (fiqh) dari pada mencapai subtansi yang dicita-citakan oleh maqashid al-syariah (tujuan dasar hukum Islam), yaitu mencapai keadilan ekonomi bagi semua.

Indikasi kegagalan ini juga saya temukan dan terjadi di Indonesia. Dalam penelitian dengan sampel 12 Bank Umum Syariah, 7 Unit Usaha Syariah, dan 7 BPRS Syariah (dengan kapitalisasi terbesar) periode 2015-2016, capaian kinerja sosial bank syariah memang belum seperti diharapkan.

Pada 2015 secara agregat peringkatnya baru defensive (41%-50%) tapi pada 2016 sedikit meningkat dikisaran 51% (accommodative). Secara spesifik, BPRS sebagai ujung tombak yang diharapkan mampu melayani masyarakat bawah justru yang paling lemah. Respons sosialnya pada tingkat paling bawah (reactive) ditunjukkan dengan postur strategi yang menolak tanggung jawab sosial.

Untuk mengatasi defisit dalam pemenuhan maqasid al-syariah ini, Asutay menyarankan membuat entitas baru bank syariah yang dia sebut sebagai Islamic Social Banking (ISB). Intinya, ISB adalah bank syariah yang dalam aktivitas bisnisnya mengamodasi praktek bisnis yang dilakukan oleh social bank (SB). Bagi sebagian kalangan keberadaan SB ini mungkin masih cukup asing.

Di Eropa sebagai pusat kelahirannya, konsumennya diperkirakan baru sekitar 1% dari total pemilik akun bank. Di arasy global, saat ini ada sekitar 60 SB yang terdaftar dalam induk organisasi Global Alliance for Banking on Values (GABV). Dari jumlah ini, hanya satu yang berasal dari bank syariah.

Di kalangan ahli, pendapat untuk meningkatkan kinerja sosial dari bank syariah melalui pembentukan ISB memang relatif baru. Sebelumnya, ada yang menyarankan bank syariah agar memaksimalkan kinerja sosialnya melalui corporate social responsibility (CSR). Belakangan, ada yang mengusulkan agar semakin berdaya dan dampaknya terasa, CSR sebaiknya dikombinasikan dengan ZISW (Zakat, Infaq, Sedekah, dan Wakaf).

Sebagian kalangan mungkin akan menilai pendirian entitas baru hanya akan mengulang kisah bank syariah yang sekarang ada, karena apa yang ada di bank syariah saat ini belum 100% bisa diwujudkan. Hemat saya, apriori terhadap usulan itu kurang tepat, untuk tidak mengatakan keliru. Beberapa alasan yang bisa mendukung ide pendirian ISB paling tidak dari dua logika dasar: alasan teoritis dan praktis.

Secara teoritis, SB memiliki kemiripan dengan bank syariah. Prinsip dasar SB adalah menjalankan bisnis yang tidak saja melihat sisi keuntungan tapi juga pemihakan kepada kepentingan komunitas dan sosial (people) dan berwawasan kepada kelestarian alam (planet) atau yang terkenal dengan jargon triple bottom line yang sejalan dengan maqasid al-syari’ah. Mereka membidik konsumen dengan pendapatan rendah, pembiayaan pada usaha kecil dan bisnis startup.

SB sangat mementingkan pembiayaan proyek yang mendukung kelestarian lingkungan dan menempatkan pemberdayaan komunitas. Secara praktek, SB juga memiliki banyak kesamaan dengan bank syariah. Misalnya, Triodos Bank, salah satu SB yang hidup di enam negara Eropa, ketika mengucurkan pembiayaan, mengecualikan proyek atau bisnis yang masuk kategori negatif seperti proyek yang terkait dengan energi nuklir, tembakau, industri senjata, pornografi, judi, dan minuman keras.

Salah satu andalan SB yang tidak dijumpai dalam umumnya bank konvensional adalah sistem jaminan alternatif. Individu atau UMKM yang memiliki proyek yang layak tetap bisa mendapatkan pembiayaan tanpa menyediakan agunan secara penuh. Banca Etica, SB yang beroperasi di Italia adalah contohnya. Banca Etica menyediakan Fondo di Grazia PMI atau jaminan untuk UMKM.

Mereka menggaet mitra etik (ethical partner) luar yang memiliki konsen pengembangan bisnis-bisnis yang tidak hanya mengejar profit tapi memiliki dampak sosial dan lingkungan yang tinggi.

Proposal bisnis yang masuk dan memenuhi kriteria akan dibantu jaminannya hingga 80% dari kredit yang diberikan.

Selain aspek jaminan, yang cukup istimewa dari SB adalah dorongan agar penggunanya bisa berpartisipasi aktif dalam pembuatan keputusan perusahaan. Alternative Bank Switzerland (ABS) adalah SB yang menawarkan kepada kliennya untuk memiliki rumah sederhana sekaligus menjadi pemilik saham. Mereka yang mengambil kredit rumah dan menyisihkan paling tidak 4% dari dana pembiayaan rumahnya untuk memiliki saham ABS, akan menikmati diskon bunga dan keuntungan lain sebagai pemegang saham.

Lainnya adalah Amalgamated Bank, SB di Amerika, yang memberikan layanan istimewa untuk para veteran yang belum memiliki rumah dengan mengambil kredit tanpa perlu uang muka. Dengan melihat ilustrasi sederhana di atas, ide untuk melihat atau membentuk ISB patut dipertimbangkan.

Kalaupun tidak bisa membuat yang sama sekali baru, paling tidak bank syariah saat ini bisa mengadopsi dan mengaplikasikan nilai positif SB agar kinerja sosial mereka meningkat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : M. Luthfi Hamidi
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper