Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kredit Melemah, Siapa yang Salah?

Berbagai stimulus yang telah diberikan pemerintah tidak lantas mendorong pertumbuhan kredit. Per Juni 2020 kredit telah tumbuh 1,49% dan makin tinggi pada Juli 2020 menjadi 1,53%. Namun, menurut data Bank Indonesia, pertumbuhan kredit kembali melemah pada Agustus 2020 menajdi 1,04%.
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Pertumbuhan kredit pada Agustus 2020 tercatat sebesar 1,04% dibandingkan periode sama tahun lalu (year on year/yoy). Realisasi pertumbuhan kredit tersebut tercatat menurun di tengah pemberian stimulus yang telah disalurkan pemerintah maupun otoritas moneter dan jasa keuangan.

Adapun pemerintah telah mengeluarkan kebijkan fiskal dengan melakukan stimulus oajak dan belanja negara serta investasi. Bank Indonesia juga melakukan pelonggaran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan pengawasan mikroprudensial perbankan dan industri keuangan nonbank (IKNB). Kemudian, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga memperluas fungsi penjaminan simpanan.

Hanya saja, kondisi tersebut tidak lantas mendorong pertumbuhan kredit. Padahal, pada Juni 2020 kredit telah tumbuh 1,49% dan makin tinggi pada Juli 2020 menjadi 1,53%. Namun, data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan kredit kembali menurun pada Agustus 2020 menajdi 1,04%.

Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede menilai stimulus fiskal pemerintah seharusnya bisa diberikan lebih optimal lagi sehingga bisa membangkitkan kembali permintaan kredit perbankan. Di tengah kondisi pandemi, kinerja kredit perbankan memang kurang optimal karena sisi investasi dan produksi usaha yang memang melemah.

Bahkan, Josua menilai, dampak penempatan uang negara pada himpunan bank milik negara dan BPD belum terlihat karena pertumbuhan kredit masih rendah. "Stimulus berjalaan baik akan bisa pacu aktivitas ekonomi dan permintaan kredit bisa mucnul apalagi likuiditas sudah berlimpah," katanya.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan instrumen yang mampu mendorong pertumbuhan kredit tidak bisa dilihat secara parsial. Kontribusi kepastian penanganan Covid-19 mempunyai peran besar dalam pemulihan ekonomi.

Di sisi lain, industri jasa keuangan lebih fokus menyediakan supply untuk kredit. Sementara itu, dari sisi demand, permintaan kredit tetap bergantung pada kondisi sektor riil. Demand kredit pun tidak didorong oleh industri jasa keuangan melainkan dari efektivitas program stimulus pemerintah.

"Faktanya 56% konsumsi rumah tangga adalah penyumbang pertumbuhan ekonomi, dari 56% itu kontributor utamanya yakni 20% di antaranya adalah pendapatan teratas, artinya betapa kontribusi kepastian Covid memiliki peran besr dalam pemulihan ekonomi," katanya.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam menilai permintaan kredit yang rendah berasal dari dua sisi, yakni supply dan demand. Dari sisi demand, sektor usaha tidak lagi melakukan produksi sehingga tambahan kredit untuk modal kerja dan investasi tidak dibutuhkan yang pada akhirnya menurunkan permintaan kredit.

Dari sisi bank, juga mengalami tekanan risiko kualits kredit. Meskipun likuiditas bank berlimpah, kredit akan tetap ditahan oleh bank untuk berjaga-jaga terhadap pemburukan kualitas kredit. "Jadi penurunan disebabkan demand dan supply, bank tidak mau tingkatkan exposure, ini harus kita terima," katanya.

Piter menegaskan, perbankan tidak boleh didorong utnuk merealisasikan kredit di tengah pandemi. Pasalnya, sektor riil yang kondisinya terdampak dan terbatas melakukan kegiatan produksi akan sangat mempengaruhi kualitas kredit.

"Selama wabah aktivitas dunia usaha terbatas,, mereka tidak bisa lakukan aktvitas secara normal, dan otomatis muncul persoalan cashflow, kalau kredit didorong , bank bisa alami peningkatan risiko kredit," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper