Bisnis.com, JAKARTA — PT Asuransi Jasa Indonesia atau Jasindo menyatakan bahwa peningkatan kualitas aset menjadi salah satu agenda utama dari perseroan di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi virus corona. Kondisi itu menyebabkan kinerja perseroan terkoreksi pada kuartal III/2020.
Direktur Utama Jasindo Didit Mehta Pariadi menjelaskan bahwa perseroan belum mencatatkan pertumbuhan dalam sejumlah indikator kinerja. Hingga September 2020, pandemi Covid-19 masih cukup membebani bisnis perusahaan anggota Indonesia Financial Group (IFG) itu.
Berdasarkan laporan keuangan kuartal III/2020, Jasindo membukukan premi senilai Rp2,78 triliun atau turun 9,42 persen (year-on-year/yoy) dibandingkan dengan capaian kuartal III/2019 senilai Rp3,07 triliun. Pada kuartal III/2020, perseroan membayar klaim Rp2,34 triliun yang juga mengalami penurunan 10,07 persen (yoy) dari posisi kuartal III/2019 senilai Rp2,6 triliun.
Koreksi yang dalam pada kuartal III/2020 terjadi pada Jasindo yang mengalami kerugian Rp316,31 miliar. Kerugian ini menjadi koreksi dari realisasi kuartal III/2019 yang masih mencatatkan untung Rp87,51 miliar.
Meskipun begitu, pada kuartal III/2020 Jasindo membukukan nilai aset Rp12,95 triliun yang tumbuh hingga 8,89 persen (yoy) dibandingkan dengan kuartal III/2019 sebesar Rp11,89 triliun. Namun, menurut Didit, kondisi pertumbuhan aset itu tetap harus dicermati oleh manajemen.
"Tumbuhnya aset tidak selamanya menunjukkan hal yang baik, apalagi di industri asuransi umum. Kami fokus pada kualitas asetnya, yang menurut kami belum menunjukkan kualitas yang setara dengan pesaing Jasindo di industri," ujar Didit kepada Bisnis, Rabu (11/11/2020).
Baca Juga
Menurut Didit, manajemen Jasindo akan fokus dalam usaha perbaikan komposisi dana investasi dan piutang. Upaya tersebut menjadi perhatian utama karena perseroan harus mampu menjaga kemampuan membayar klaim dan ketahanan dana, agar dapat tumbuh optimal setelah dampak pandemi mereda.
Hingga kuartal III/2020 Jasindo mencatatkan nilai investasi Rp3,15 triliun atau tumbuh 7,24 persen (yoy) dari posisi kuartal III/2019 senilai 2,94 triliun, kenaikan yang menopang tumbuhnya total aset perseroan. Dari jumlah tersebut, lebih dari 90 persen ditempatkan di instrumen berisiko rendah seperti deposito dan obligasi.
Penempatan investasi terbesar tercatat di instrumen deposito dengan porsi mencapai 47,63 persen. Pada kuartal III/2020, deposito Jasindo senilai Rp1,5 triliun tumbuh 9,81 persen (yoy) dari posisi kuartal III/2019 senilai Rp1,36 triliun dan menjadi pendorong utama tumbuhnya investasi perseroan.
Investasi lainnya dari Jasindo mencatatkan pertumbuhan pada kuartal III/2020, seperti obligasi yang tumbuh 8,94 persen (yoy), surat berharga negara tumbuh 4,2 persen (yoy), dan penyertaan langsung tumbuh 8,29 persen (yoy). Keempat instrumen itu mencakup 93,93 persen dari total investasi Jasindo pada kuartal III/2020.
Dua instrumen investasi lainnya berada di pasar modal, yakni reksadana dan saham sama-sama mencatatkan penurunan kinerja. Pada kuartal III/2020, saham Jasindo senilai Rp13,07 miliar turun 27,78 persen (yoy) dari kuartal III/2019 senilai Rp18,1 miliar, lalu pada kuartal III/2020 reksadana senilai Rp178,52 miliar pun turun 6,71 persen (yoy) dari kuartal III/2019 senliai Rp191,35 miliar.
Menurut Didit, pihaknya akan mencermati piutang, yang juga mencakup piutang reasuransi dan aset reasuransi. Upaya tersebut penting untuk mengantisipasi adanya lonjakan klaim, khususnya saat aktivitas bisnis kembali menggeliat.
"Pada saat terjadi klaim besar, di mana retensi Jasindo kecil—seperti lini bisnis satelit, aviasi, oil and gas—maka temporary asset reasuransi dan piutang reasuransi akan naik signifikan," ujarnya.
Jasindo menilai bahwa pemulihan ekonomi mungkin baru terjadi pada 2021, yakni saat pasar ritel tumbuh karena mobilitas masyarakat bisa mendekati normal dan pasar korporasi tumbuh karena aktivitas bisnis yang berkembang. Meskipun begitu, penjualan Jasindo sebagian besar terjadi menjelang akhir tahun sehingga Didit optimistis bahwa pemulihan kinerja dapat terjadi mulai kuartal IV/2020.