Bisnis.com, JAKARTA - Kenaikan imbal hasil US Treasury atau obligasi Amerika Serikat (AS) memberikan dampak bagi pasar keuangan global.
Bank Indonesia yakin bahwa stabilitas sistem keuangan nasional akan tetap terjaga ditengah guncangan akibat kenaikan imbal hasil US Treasury atau obligasi Amerika Serikat (AS) memberikan dampak bagi pasar keuangan global.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo menegaskan BI akan tetap berkoordinasi dengan pemerintah dan otoritas lain.
"Meski sempat mengalami outflow, namun aliran modal akan kembali masuk baik investasi langsung maupun investasi ke surat berharga," tegasnya kepada Bisnis, Sabtu (22/3/2021).
Selain itu, BI meyakini adanya peningkatan investasi langsung didukung prospek ekonomi Indonesia yang baik dan reformasi struktural, yakni melalui UU Cipta Kerja.
Sementara itu, dia memandang peningkatan investasi portofolio didukung imbal hasil yang menarik seiring dengan selisih suku bunga yang masih menguntungkan serta stabilitas nilai tukar yang terjaga.
Baca Juga
Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro mengatakan untuk obligasi Indonesia, momen buy-on-dip sudah dekat. Buy-on-dip adalah membeli aset jangka panjang ketika harganya mengalami penurunan dalam waktu singkat.
"Berbeda dengan Taper Tantrum 2013, saat ini Indonesia beruntung memiliki inflasi, giro, dan kepemilikan asing yang lebih terkendali di pasar obligasi," paparnya.
Menurut Bahana, lanjut Satria, obligasi rupiah berada di posisi yang sangat baik karena kombinasi prospek PDB yang kuat, berkat kampanye vaksinasi yang sangat dini dan inflasi yang rendah.
"Artinya, Bank Indonesia tidak perlu lagi melakukan pengetatan ekonomi tidak seperti bank sentral di Brazil, India, dan Filipina yang kurs riilnya sudah jatuh ke wilayah negatif," ujarnya.
Ketika imbal hasil US Treasury kembali stabil - perkiraannya setelah pertemuan FOMC berikutnya pada 27-28 April - aset keuangan dalam rupiah akan menawarkan peluang pembelian yang menguntungkan.