Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Alasan BPJS Ketenagakerjaan Kurangi Porsi Saham dan Reksadananya

BPJS Ketenagakerjaan memperkirakan kondisi 1–2 tahun ke depan belum kondusif sehingga muncul rencana rekomposisi investasi.
Pegawai melintasi logo BPJS Ketenagakerjaan di Kantor Cabang BP Jamsostek di Menara Jamsostek, Jakarta, Jumat (10/7/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pegawai melintasi logo BPJS Ketenagakerjaan di Kantor Cabang BP Jamsostek di Menara Jamsostek, Jakarta, Jumat (10/7/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Ketenagakerjaan akan mengurangi porsi investasi saham dan reksadana lalu mengalihkannya ke obligasi. Badan tersebut mengaku kebanjiran deposito, bersamaan dengan adanya risiko dari saham dan reksadana.

Direktur Pengembangan Investasi BPJS Ketenagakerjaan Edwin Michael Ridwan menjelaskan bahwa pihaknya sedang menghadapi masalah floating loss, atau yang lazim disebut unrealized loss.

Kondisi itu berasal dari saham dan reksa dana, dengan angkanya Rp23 triliun yang bergerak naik turun mengikuti gelombang indeks harga saham gabungan (IHSG).

Dia menjabarkan bahwa investasi saham memiliki horison waktu 10–15 tahun. Namun, dalam kondisi saat ini, pihaknya memperkirakan kondisi 1–2 tahun ke depan belum kondusif sehingga muncul rencana rekomposisi investasi.

"Caranya, pertama kami akan take profit di saham-saham yang sudah untung. Kedua, kalau timing tepat kami lakukan beli lagi di posisi saham-saham yang kami miliki, dan saat naik kami lepas dalam kondisi untung, tapi kondisi itu terhambat karena pedoman investasi kami saat ini ada batasan, kepemilikan saham kami di bursa maksimal 5 persen dari saham beredar," ujar Edwin.

Dia menjabarkan bahwa banyak saham milik BPJS Ketenagakerjaan yang mendekati ambang batas 5 persen, sehingga langkah averaging down kurang memungkinkan. BPJS Ketenagakerjaan pun akan menyempurnakan kembali pedoman investasi yang ada untuk dapat mengakomodir kebutuhan dalam kondisi seperti saat ini.

BPJS Ketenagakerjaan mengakui bahwa kondisi investasi sekarang masih sangat sulit. Suku bunga Bank Indonesia (BI) yang ada di posisi terendah membuat perbankan sulit menerima pengajuan deposito dari BPJS Ketenagakerjaan, dan jika ada yang berkenan suku bunganya rendah.

"Kondisi saat ini deposito kami bisa cover 2 tahun klaim sebesar Rp70 triliun. Justru problem kami kebanjiran deposito, justru bukan kecukupan dana bayar klaim, tapi Rp70 triliun enggak kasih return yang cukup sehingga ke depan kami akan lakukan realokasi dari dana-dana kelolaan," ujar Edwin.

Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo menjelaskan bahwa risiko pasar dari saham dan reksadana menjadi salah satu penyebab rasio kecukupan dana program jaminan hari tua (JHT) berada di bawah 100 persen.

Manajemen BPJS Ketenagakerjaan pun memilih solusi untuk menyesuaikan portofolio investasinya.

"Kami lihat strateginya bisa melakukan perubahan dari saham dan reksadana ke obligasi atau investasi langsung. Sehingga secara perlahan nanti kami akan rekomposisi aset yang ada untuk meminimalisir risiko pasar yang terjadi seperti saat ini," ujar Anggoro pada Selasa (30/3/2021).

Menurutnya, strategi itu akan membuat bobot instrumen saham dan reksadana di portofolio JHT semakin mengecil. Namun, hal tersebut akan turut mengurangi dampak fluktuasi indeks harga saham gabungan (IHSG) terhadap dana BPJS Ketenagakerjaan.

Berdasarkan dokumen yang diperoleh Bisnis, komposisi investasi BPJS Ketenagakerjaan per Januari 2021 terdiri saham sebesar 15,9 persen, reksadana 8,3 persen, obligasi 63,1 persen, deposito 12,2 persen, properti 0,4 persen, dan penyertaan langsung 0,1 persen.

Badan tersebut menempatkan investasi saham di 34 emiten, yang 25 di antaranya merupakan saham LQ45. Adapun, sembilan emiten lainnya pernah masuk ke indeks tersebut saat pembelian berlangsung, sehingga 34 saham itu dapat dikatakan sebagai saham LQ45 saat dikoleksi BPJS Ketenagakerjaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper