Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menerbitkan peraturan baru terkait pengelolaan dana akumulasi iuran pensiun (AIP), yang berlaku di antaranya bagi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) atau Asabri. Beleid itu akan memengaruhi komposisi investasi perseroan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 52/2021 tentang Pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil, Pejabat Negara, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia pada pekan lalu.
Beleid itu mengatur berbagai aspek terkait pengelolaan AIP, mulai dari wewenang Badan Pengelola yang mengatur investasi, kriteria dan komposisi investasi, hingga sanksi dari pelaksanaan investasi. Pemerintah mengatur secara rinci bagaimana dana dari iuran pensiun itu dikembangkan.
"PMK 52/2021 mengatur tentang batasan dan kriteria investasi dana AIP oleh Asabri dengan batasan dan kriteria yang lebih pruden dan lebih rinci dibandingkan dengan peraturan menteri terdahulu," ujar Wahyu kepada Bisnis, Kamis (17/2/2021).
Pasal 16 PMK 52/2021 mengatur bahwa terdapat sepuluh instrumen investasi yang dapat dipilih Asabri, mulai dari surat berharga negara (SBN), sukuk, deposito, obligasi, medium term notes, penyertaan langsung, dana investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif (KIK), reksa dana, dan saham.
Terdapat tiga kriteria saham yang dapat dipilih Asabri berdasarkan aturan tersebut. Nantinya, perseroan harus menyesuaikan portofolio investasi AIP yang ada dengan ketentuan tersebut.
"Memiliki fundamental yang positif, prospek bisnis emiten yang positif, dan nilai kapitalisasi pasar paling sedikit Rp5 triliun," tertulis dalam PMK 52/2021 terkait ketentuan aset dalam bentuk investasi, yang dikutip Bisnis pada Kamis (17/6/2021).
Adapun, jenis reksa dana yang dapat dipilih adalah pasar uang, pendapatan tetap, campuran, saham, indeks, reksa dana terproteksi, dan reksa dana dengan penjaminan. PMK 52/2021 pun memberikan ruang penempatan investasi di reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif (KIK) penyertaan terbatas.
Beleid itu mengatur bahwa reksa dana yang dipilih memiliki saham atau unit penyerta yang diperdagangkan di bursa efek. Manajer investasi yang ditunjuk harus mendapat izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan dana kelolaan produk reksa dana tersebut paling sedikit Rp100 miliar.
Wahyu menyatakan bahwa dengan berlakunya PMK 52/2021, Asabri harus melakukan penyesuaian portofolio agar sesuai ketentuan yang berlaku. Lantas, bagaimana portofolio investasi Asabri?
Asabri terakhir kali mempublikasikan portofolio investasi AIP pada 29 Januari 2020 dalam rapat dengar pendapat Komisi VI DPR. Direktur Utama Asabri saat itu, Sonny Widjadja, menjelaskan bahwa total aset AIP per 31 Desember 2019 adalah Rp17,05 triliun.
Saat itu, sebanyak 49,6 persen atau Rp8,46 triliun ada di instrumen obligasi, disusul 24 persen atau Rp4,09 triliun di reksa dana, dan 14,54 persen atau Rp2,47 triliun ada di saham. Penempatan lainnya yakni ada di saham BUMN (7,79 persen), saham anak BUMN (2,19 persen), dan saham non BUMN (4,55 persen).
Dengan portofolio itu, pada 2019 Asabri mencatatkan kerugian investasi Rp5,9 triliun. Kinerjanya berbalik rugi dari hasil investasi pada 2018 senilai Rp1,3 triliun, yang merupakan hasil investasi AIP tertinggi dalam 11 tahun terakhir.
Adapun, berdasarkan dokumen yang diperoleh Bisnis, Asabri mempublikasikan 17 saham dan tiga reksa dana yang ada dalam portofolionya. Kini, saham-saham itu mencatatkan harga yang lebih rendah dari rata-rata nilai perolehannya.
Jika mengacu kepada ketentuan pemilihan saham dalam PMK 52/2021, khususnya terkait batas minimal nilai kapitalisasi pasar, sebagian besar saham Asabri itu tidak memenuhi ketentuan. Berdasarkan perhitungan Bisnis, rata-rata nilai kapitalisasi pasar 17 emiten itu per hari ini, Kamis (17/6/2021) adalah Rp2,36 triliun.
Hanya terdapat dua emiten yang nilai kapitalisasi pasarnya berada di atas Rp5 triliun, yakni PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) senilai Rp13,5 triliun dan PT Indofarma Tbk. (INAF) senilai Rp6,66 triliun.
Adapun, dari 15 emiten lainnya, nilai kapitalisasi pasar paling mendekati ketentuan adalah PT Hanson Internasional Tbk. (MYRX) senilai Rp4,3 triliun. Seperti diketahui, perusahaan tersebut adalah milik terdakwa kasus Asabri Benny Tjokro.