Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PPKM Darurat, BCA Tinjau Kemampuan Debitur Membayar Utang

Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F. Haryn mengatakan saat ini BCA terus melakukan kajian secara rutin atas kemampuan pembayaran hutang debitur restrukturisasi sejalan dengan tujuan BCA yaitu membantu debitur dalam masa-masa yang penuh tantangan saat ini.
Gedung Bank BCA/Ilustrasi-Bisnis
Gedung Bank BCA/Ilustrasi-Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Pengetatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mendorong PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) kembali mencermati kemampuan nasabah dalam membayar hutang.

Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F. Haryn mengatakan saat ini BCA terus melakukan kajian secara rutin atas kemampuan pembayaran hutang debitur restrukturisasi sejalan dengan tujuan BCA yaitu membantu debitur dalam masa-masa yang penuh tantangan saat ini.

Hera memaparkan hingga Maret 2021, terdapat sekitar 15 persen (Rp87 triliun) dari total kredit yang merupakan kredit hasil restrukturisasi yang masuk dalam kolektibilitas 1.

"Sekitar 35 persen nasabah tersebut akan kembali ke pembayaran normal, namun ada juga yang membutuhkan restrukturisasi lanjutan yaitu sekitar 45-50 persen," papar Hera ketika dihubungi Bisnis, Jumat (2/7/2021). 

Hera juga mengatakan mencermati perkembangan di tengah situasi pandemi Covid-19, BCA sebagai bagian dari perbankan nasional berkomitmen mendukung penuh kebijakan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, regulator & otoritas perbankan khususnya kebijakan PPKM darurat dalam rangka menekan laju penularan pandemi Covid-19.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih akan mengkaji kebijakan baru pasca restrukturisasi kredit yang berlaku hingga Maret 2022, seiring dengan penerapan PPKM darurat di Jawa-Bali pada 3-20 Juli 2021.

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Teguh Supangkat mengatakan PPKM Darurat baru saja diumumkan Presiden kemarin Kamis (1/7) sehingga, pihaknya belum mengkaji dampak kebijakan tersebut ke permohonan restrukturisasi kredit.

Lebih lanjut, OJK akan melakukan analisis terlebih dahulu mengenai kebijakan baru pasca restrukturisasi berakhir di Maret 2022. Hal serupa yang juga dilakukan ketika POJK 11/2020 diubah menjadi POJK 48/2020.

"Ketika kita melakukan suatu perubahan POJK 48/2020 ini, kita juga melihat lebih dalam lagi seberapa jauh yang sudah terjadi dalam suatu posisi tertentu, apakah itu masih terus terjadi atau tidak," katanya dalam webinar yang diselenggarakan LPPI, Kamis (1/7/2021).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Khadijah Shahnaz
Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper