Bisnis.com, JAKARTA - Nasabah produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit-linked yang dirugikan oleh beberapa perusahaan asuransi jiwa, menemui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengadu dan menuntut adanya reformasi di industri asuransi.
Pemegang polis dari beberapa perusahaan asuransi terkemuka yang tergabung dalam Komunitas Korban Asuransi ini terutama mengeluhkan praktik pemasaran yang sengaja mengarah kepada mis-selling dan mencurangi calon nasabah.
Koordinator Komunitas Korban Asuransi Maria Trihartati (46) berharap DPR menindaklanjuti pengaduan ini dengan memanggil pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menurutnya tidak mampu melindungi kepentingan masyarakat Indonesia.
Selanjutnya, mewakili lebih dari 200 orang anggota Komunitas Korban Asuransi, Maria juga meminta dukungan dan perhatian dari DPR untuk menekan otoritas agar mengkaji ulang bisnis asuransi unit-linked di Indonesia yang nyata-nyata sudah merugikan banyak pihak.
"Penjelasan pihak perusahaan asuransi selalu tidak sesuai dengan yang kenyataan. Padahal, masyarakat beli karena kepercayaan terhadap agen, sebagai wakil yang membawa nama besar perusahaan asuransi. Kalau mereka ini beres sejak awal, saya yakin tidak ada masalah seperti ini," ujarnya ketika Bisnis temui di Gedung Nusantara III DPR RI, Rabu (6/10/2021).
Maria juga menyampaikan data OJK sendiri menyebut hampir 3 juta polis unit-linked tutup pada April 2021. Menurutnya, fenomena ini bisa diartikan bahwa semakin banyak pemegang polis yang sadar bahwa kehadiran produk proteksi ini tidak membawa dampak positif buat masyarakat.
Baca Juga
Dalam kesempatan ini, wanita yang bersama suaminya menjadi korban pemasaran unit-link yang mis-selling dari asuransi AIA, AXA Mandiri, dan Prudential ini bersama beberapa perwakilan pemegang polis lain telah diterima oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.
"Ke depan, kami sedang melengkapi berkas untuk mengadu juga ke Ombudsman. Saat ini, selain ke DPR, kami juga sudah mengirimkan berkas pidana kepada Bareskrim Polri," tambahnya.
Bersama Maria, turut hadir Viola (29) yang merasa dirugikan oleh metode pemasaran agen Prudential yang tidak pernah menerangkan secara jelas berkaitan risiko dan teknis investasi, tepatnya berkaitan pemisahan biaya proteksi dan investasi.
Selain tidak pernah mendapatkan keterangan soal porsi penempatan investasi di perjanjian, bahkan laporan bulanan soal kinerja investasi miliknya pun tak pernah di-update secara lengkap, sampai akhirnya asetnya anjlok dan hampir ludes.
"Saya punya bukti kalau agen saya selalu bilang nanti di tahun ke-10 akan dikembalikan modal full dari premi yang saya setorkan, plus hasil investasinya. Ketika saya komplain, baru pihak perusahaan menjelaskan kalau modal full itu maksudnya hanya porsi investasi," jelasnya.
Menurutnya, selama ini banyak nasabah seperti dirinya yang tidak bersuara karena ditekan, di mana perusahaan menganggap nasabah sudah memahami teknis unit-linked dan mengaku memiliki bukti.
"Karena yang agen jelaskan itu selalu dari ilustrasi, dan pastinya hanya yang bagus-bagusnya saja. Bukan langsung dari salinan polis. Banyak juga teman kita yang tidak pernah dijelaskan ada waktu 14 hari untuk mempelajari polis. Setelah bertahun-tahun baru sadar dan sudah telanjur terjebak," tambahnya.
Sementara itu, Wenny (46) merupakan pemegang polis salah satu produk unit-link AIA yang terjebak lewat kanal bancassurance. Wenny mengungkap bahwa dirinya ketika itu ditawarkan tabungan investasi jangka panjang.
"Saya waktu itu transaksinya urusan perbankan, tidak ada niat untuk membeli asuransi. Tapi dibilang sama pihak bank, daripada uang saya cuma disimpan di tabungan, masuk saja ke tabungan investasi yang ada bonus asuransinya. Saya percaya saja. Ternyata ini unit-link, dan akhirnya aset saya ini berkurang 40 persen," ungkapnya.