Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Godok CBDC a.k.a 'Rupiah Digital', Inikah Langkah Bank Sentral Lawan Kripto?

CBDC merupakan salah satu isu prioritas dalam pembahasan finance track di Presidensi G20 Indonesia. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo sendiri menyebut aset kripto merupakan masalah dunia, juga sebagai tantangan global yang perlu terus dicermati.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (18/8/2020), Dok. Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (18/8/2020), Dok. Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA - Penggunaan mata uang kripto yang kian marak di tengah masyarakat dunia dipandang sebagai ancaman bagi keberadaan bank sentral.

Merespon hal ini, sejumlah bank sentral di dunia pun semakin gencar mendorong penerbitan Central Bank Digital Currency (CBDC). Di Indonesia, CBDC disebut sebagai Rupiah Digital.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah mengatakan penerbitan CBDC merupakan respons bank sentral terhadap perkembangan mata uang kripto, mengingat mata uang kripto dapat menjadi ancaman bagi keberadaan bank sentral.

Piter menjelaskan, konsep mata uang kripto sangat berbeda dengan mata uang yang dicetak oleh bank sentral. Mata uang yang dicetak bank sentral bersifat sentralistik, sepenuhnya dikuasai oleh lembaga tersebut.

Sementara itu, mata uang kripto bersifat desentralistik, dicetak dan diedarkan oleh banyak pihak.

Menurut Piter, jika mata uang kripto semakin berkembang dan diterima oleh masyarakat luas, maka keberadaan bank sentral bisa terancam dalam konteks peredaran uang.

“Jika uang tidak lagi dikuasai bank sentral, fungsi bank sentral lainnya akan tereduksi, bahkan keberadaan bank sentral bisa hilang, jadi wajar bank sentral sangat serius memerangi uang kripto,” katanya kepada Bisnis, Senin (13/12/2021).

Piter menilai, kekhawatiran bank sentral tersebut pun beralasan. Pasalnya, tidak ada pihak yang bertanggung jawab terhadap peredaran dan penggunaan mata uang kripto karena sifatnya yang desentralistik.

Dengan demikian, dia mengatakan wajar jika bank sentral memanfaatkan momentum Presiden si G20 untuk membahas mata uang kripto.

“Masalahnya adalah bagaimana mencegah perkembangan uang kripto dan apakah CBDC adalah jawaban dari masalah uang kripto tersebut. Sebenarnya, saat ini bank sentral masih belum bisa mendapatkan jawaban itu,” jelasnya.

Piter menilai, CBDC tidak bisa menjadi solusi jika nantinya juga bersifat sentralistik. Di sisi lain, bank sentral akan sulit mencetak uang dengan mekanisme desentralistik.

Menurutnya, bank sentral seharusnya mencari solusi yang tepat untuk mengakomodasi penggunaan mata uang kripto dan memitigasi dampak negatif dari mata uang tersebut, alih-alih memerangi penggunaan mata uang kripto.

“Menurut saya mata uang kripto itu ancaman sekaligus masa depan, sekarang bagaimana kita mengakomodasi dan mengurangi semua aspek negatif dari kripto. Itu yang harus dicari solusinya,” kata Piter.

Sebagaimana diketahui, CBDC merupakan salah satu isu prioritas dalam pembahasan finance track di Presidensi G20 Indonesia.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebut aset kripto merupakan masalah dunia, juga sebagai tantangan global yang perlu terus dicermati.

“Ini masalah dunia karena perdagangannya di dunia dan kita tidak tahu siapa yang menjadi pemegang supply, tapi permintaannya dari seluruh dunia, kita juga tidak tahu valuasinya seperti apa,” katanya.

Perry pun menegaskan bahwa mata uang kripto bukan merupakan alat pembayaran yang sah di Indonesia. BI telah melarang seluruh lembaga yang mendapat izin dari BI untuk tidak melayani transaksi menggunakan mata uang kripto.

Oleh karena itu, BI berupaya mempercepat penerbitan CBDC. “Kami tidak bisa bergerak di luar kewenangan kami, tapi kami juga tidak tinggal diam, yaitu dengan proses mempercepat penerbitan Rupiah Digital,” jelasnya.

Pada kesempatan berbeda, Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menyebut isu penerbitan CBDC akan banyak diangkat dalam Presidensi G20 Indonesia dan mendapat dukungan dari banyak negara.

Dia menyampaikan, pembahasan akan CBDC di Presidensi G20 akan difokuskan pada dua hal. Pertama, bagaimana signifikansi dampak CBDC terhadap makro ekonomi, moneter, dan sektor keuangan.

BI memandang, terdapat sejumlah risiko dari penerbitan CBDC, salah satunya pada efektivitas kebijakan baik di sisi moneter maupun keuangan.

Hal ini dikarenakan penerbitan CBDC akan mengakibatkan aliran uang yang beredar di masyarakat akan menjadi sangat cepat.

Di samping itu, CBDC juga diperkirakan akan berpengaruh pada permintaan dan konsumsi masyarakat yang pada akhirnya berpengaruh pada inflasi dan stabilitas sektor keuangan.

Dia menambahkan, mata uang digital ini pun dikhawatirkan akan berpengaruh pada efektivitas pengendalian aliran modal.

Kemudian, pembahasan kedua yang akan difokuskan yaitu terkait dengan operasional atau teknis dari penerbitan CBDC.

“Kita melihat bagaimana desain CBDC, bagaimana platform dan sisi bisnis proses CBDC, jadi konteks operasional yang akan coba kita angkat,” kata Dody.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper