Bisnis.com, JAKARTA -- Ekonomi hijau (green economy) menjadi salah satu arah pengembangan pembangunan yang sangat ditekankan pemerintah. Ekonomi hijau dinilai lebih berkelanjutan dan Indonesia dapat memainkan peran penting bersama dengan pengembangan digitalisasi.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam banyak kesempatan menegaskan bahwa ekonomi hijau sebagai peluang untuk pengembangan ekonomi jangka panjang. Indonesia memiliki kekuatan pada green product dan green economy sehingga harus terus didorong.
"Dalam jangka panjang, saya melihat kita memiliki kekuatan di green product dan green economy. Ini yang akan berkembang. Kita memiliki kesempatan yang besar masuk ke produk hijau dan ekonomi hijau ini baik dari sisi produksi, distribusi, dan konsumsi,” kata Kepala Negara.
Semakin tingginya kesadaran masyarakat akan kelestarian lingkungan hidup menjadikan produk dan ekonomi hijau terus berkembang. Pada tahap selanjutnya, ekonomi hijau diyakini turut mempengaruhi ekonomi dan bisnis global, yang tentunya juga akan berdampak pada perekonomian Indonesia.
“Ini yang akan berkembang. Kita memiliki kesempatan yang besar masuk ke produk hijau dan ekonomi hijau ini baik dari sisi produksi, distribusi, dan konsumsi,” kata Presiden.
Seperti diketahui, perubahan iklim yang terjadi beberapa tahun terakhir telah mendorong semua negara untuk berpartisipasi dengan mengarah pada ekonomi hijau. Kehadiran pandemi Covid-19 setahun terakhir mempertegas pentingnya pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Dari sisi pelaku usaha, pilihan kepada bisnis yang berkelanjutan dan ramah lingkungan (green investment) makin dilirik karena memiliki nilai lebih. Berkat kesadaran yang makin baik, konsumen juga bergerak lebih memilih produk ramah lingkungan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan dalam konteks perubahan pola bisnis konvensional menjadi berkelanjutan, sektor jasa keuangan memainkan penting. OJK telah merilis Roadmap Tahap II Keuangan Berkelanjutan untuk mempercepat penerapan prinsip lingkungan, sosial dan tata kelola di Indonesia.
"Roadmap Keuangan tahap II berfokus pada penciptaan ekosistem keuangan berkelanjutan secara komprehensif, dengan melibatkan seluruh pihak terkait dan mendorong pengembangan kerja sama dengan pihak lain," tulis Wimboh Santoso, Ketua Dewan Komisioner OJK dalam sambutan peluncuran Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II (2021-2025).
Untuk mempercepat transisi sektor keuangan ke arah berkelanjutan, pada Roadmap Tahap II, OJK mengembangkan sebuah ekosistem yang terdiri dari 7 komponen. Ketujuh komponen tersebut meliputi kebijakan, produk, infrastruktur pasar, koordinasi kementerian/ lembaga, dukungan non-pemerintah, sumber daya manusia, dan awareness.
Pembentukan komponen dalam ekosistem keuangan berkelanjutan juga merupakan komitmen OJK dalam menciptakan regulasi yang transparan, membangun sinergi dengan kementerian/ lembaga, dan meningkatkan kapabilitas industri keuangan.
Adapun salah satu bank yang fokus memberikan perhatian lebih pada keuangan berkelanjutan tersebut ialah Standard Chartered.
Secara global, Standard Chartered memiliki visi sebagai bank paling berkelanjutan dan bertanggung jawab di dunia. Visi itu ditunjukan melalui komitmen keberlanjutan sosial dan pengembangan ekonomi melalui bisnis, operasional dan komunitas.
Sejak 1997, Standard Chartered telah menjadi salah satu dari beberapa bank pertama yang menerapkan kesadaran sosial dan lingkungan pada kerangka manajemen risiko.
Standard Chartered juga menjadi bank pertama yang memperkenalkan deposito berkelanjutan pada Mei 2019 secara global, dan di Indonesia pada April 2021.
Tidak berhenti di situ, dukungan untuk pembiayaan sektor ekonomi hijau juga ditunjukkan Standard Chartered. Sebagai lembaga intermediasi, Standard Chartered ke depannya hanya akan membiayai usaha nasabah yang berwawasan sosial dan lingkungan.
Standard Chartered Group akan menghentikan pembiayaan di tingkat entitas perusahaan yang berekspansi di batu bara termal.
Di samping larangan yang sudah ada untuk tidak membiayai pembangkit listrik tenaga batu bara baru serta perluasannya, Group juga akan untuk mengurangi emisi pertambangan batu bara termal yang dibiayai secara absolut sebesar 85 persen pada tahun 2030.
Pada tahun 2030 Group hanya akan memberikan layanan keuangan kepada nasabah dengan pendapatan yang bergantung pada batu bara termal kurang dari 5 persen.
Komitmen tersebut diumumkan di Oktober 2021 berbarengan dengan target baru yang ambisius dari Standard Chartered untuk mencapai emisi karbon nol bersih dari aktivitas yang didanainya pada tahun 2050, termasuk target sementara 2030 untuk sektor yang paling intensif karbon.
Salah satu proyek yang dibiayai ialah PLTS Cirata 145 Megawatt, yang akan menjadi PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara. Setelah rampung, PLTS ini akan menyediakan listrik yang cukup untuk menyalakan 50.000 rumah, dan akan mengimbangi 214.000 ton emisi karbon dioksida.
Kehadiran PLTS ini sejalan dengan Program Percepatan Infrastruktur Kelistrikan pemerintah uang menargetkan 23 persen bauran energi dari energi terbarukan pada 2025.
Untuk kerja sama dengan Pemerintah Indonesia, Standard Chartered ambil bagian sebagai Joint Green Structuring Advisor.
Semua bentuk aksi keberlanjutan Standard Chartered merupakan bukti konkret bahwa bank ini memiliki komitmen sangat kuat untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan bagi masa depan.
Bank yang bermisi untuk mendorong perdagangan dan kemakmuran melalui keberagamannya yang unik ini akan terus menggulirkan program, produk dan aksi nyata untuk berkontribusi pada upaya melawan perubahan iklim, sebagai wujud nyata dari janji “Here for good”, untuk hadir membawa kebaikan.