Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BBRI melalui BRI Research Institute mengungkapkan ada 45 juta pelaku usaha ultra mikro di Indonesia. Namun, 30 juta di antaranya belum tersentuh oleh layanan keuangan formal.
Padahal jumlah usaha mikro yang mencapai 98,7 persen dari usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia telah menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Sektor ini berkontribusi terhadap penyerapan 109,84 juta tenaga kerja atau 89,04 persen dari total tenaga kerja.
Sektor tersebut juga menyumbang 37,35 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) pada 2019. Oleh karena itu, potensi UMKM khususnya segmen usaha mikro dan ultra mikro masih perlu ditingkatkan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan penyaluran kredit terhadap sektor ultra mikro ini diharapkan dapat mengakselerasi pelaku usaha untuk naik kelas. Kucuran modal dari Holding Ultra Mikro juga dinilai mampu mendukung stimulus yang sudah digulirkan oleh pemerintah.
“Bantuan tunai yang telah kami berikan bisa tersalurkan ke sektor ultra mikro. Bantuan-bantuan ini kami berikan, sehingga tentu kalau dilanjutkan ke kredit ultra mikro, sehingga kebutuhan layanan keuangan sektor ultra mikro bisa terpenuhi,” ujarnya, Kamis (10/2/2022).
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa misi besar dalam membawa sektor ultra mikro naik kelas perlu diperkuat dengan sistem yang terintegrasi dan tata kelola data secara cakap.
Pemberdayaan ultra mikro melalui pembiayaan juga berpotensi meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Langkah ini sesuai dengan target Kementerian Keuangan yang membidik pembiayaan ke 29 juta usaha ultra mikro pada 2024.
“Jadi, niat baik dan tujuan mulia harus disiapkan dengan sistem yang andal dan data terintegrasi sehingga dapat dipertanggungjawabkan dengan baik. Bila integrasinya makin baik, bisa reach pelaku ultra mikro yang unbankable,” tutur Menkeu.
Dia mempercayakan Holding Ultra Mikro yang terbentuk sejak 13 September 2021 dapat mengangkat potensi sektor ultra mikro. Seiring dengan efisiensi yang tercipta berkat konsolidasi Holding Ultra Mikro, sebagaimana tampak dari penurunan Cost of Fund (CoF) BRI Group.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menekankan pentingnya integrasi data sebagai faktor kunci untuk memastikan analisa kredit hingga sosial lebih tepat sasaran. Tak cuma kredit, BRI Group juga diminta memberikan pemberdayaan guna memastikan pelaku usaha sustainable.
Menanggapi hal itu, Direktur Utama BRI Sunarso menyatakan kesiapan aspek integrasi data dan sistem Holding Ultra Mikro telah memadai. Kesiapan itu bersanding dengan aspek likuiditas dan permodalan yang kuat untuk melakukan ekspansi ke sektor ultra mikro.
Menurutnya, di tengah situasi yang tidak mudah, perseroan telah membentuk Holding Ultra Mikro melalui rights issue dan mampu menyerap dana hingga Rp95,9 triliun. Raihan itu lantas membuat likuiditas dan permodalan BRI semakin kuat.
“Ke depan, BRI punya kemampuan untuk tumbuh secara agresif dengan ekosistem yang telah terintegrasi,” ujar Sunarso.
Sunarso menargetkan ada 5 juta nasabah ultra mikro baru yang dilayani Holding tersebut pada tahun ini. Per Desember 2021, total nasabah Holding Ultra Mikro telah mencapai 25,2 juta. Dalam jangka panjang, ditargetkan 45 juta pelaku usaha ultra mikro menjadi nasabah pada 2024.