Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Kepatuhan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) Ahmad Solichin Lutfiyanto mengatakan terdapat tiga tantangan dalam penyaluran pembiayaan dan garansi berkelanjutan yaitu sumber daya manusia (SDM), proses dan sistem.
Dari sisi SDM, kata Solichin, perseroan harus membangun kesadaran dan kompetensi secara internal, termasuk kompetensi tim yang berhubungan langsung dengan penerbitan dari garansi (bond).
“Juga dari sisi tenaga pemasaran kami khususnya mengkomunikasikan pentingnya ESG ini kepada klien atau customer,” kata Solichin dalam diskusi virtual, Jumat (18/2).
Untuk mengatasi hal tersebut, lanjutnya, BRI memiliki relationship manager yang terus berkomunikasi dengan perusahan-perusahaan korporasi, baik dengan sosialisasi datang ke lokasi diskusi dan lain sebagainya, sehingga klien-klien BRI di korporasi makin sadar dengan pentingnya ESG.
Dia mengatakan klien terbesar BRI adalah UMKM khususnya mikro dan ultra mikro sehingga untuk menjawab tantangan makin sulit.
Dia menuturkan sebelum tim mantri di BRI yang jumlahnya 28.000 bisa mengkomunikasikan mengenai pentingnya pembiayaan berkelanjutan kepada pelanggan, mereka harus pendidikan dahulu di perseroan. BRI meningkatkan kesadaran Mantri, sehingga Mantri dapat membantu program pemerintah.
Baca Juga
“Satu, kami mempercepat inklusi keuangan yang sekarang menurut OJK 76 persen menjadi 90 persen, kedua literasi, ketiga nanti ada tambahan lagi bahwa Mantri itu harus bisa juga memberikan literasi kepada pelanggan tentang pentingnya ESG ini,” kata Solichin.
Proses edukasi tersebut, kata Solichin, tidak mudah dilewati, apalagi BRI wakut itu pertama kali dalam pembiayaan segmen hijau, sehingga BRI tidak memiliki acuan. Meski demikian, di global sudah banyak sekali, tetapi BRI tidak bisa langsung merujuk ke global.
“Jadi tantangannya di situ, tetapi mungkin temen-teman lain yang mau menerbitkan nanti bisa menjadikan BRI, Mandiri dan OCBC tolok ukur,” kata Solichin.
Selain itu, dari sisi sistemnya, data mengenai ESG tidak semuanya terstruktur.
“Misalnya, kalau kita memeberikan proyek sosial, berapa dampak, berapa lapangan kerja yang dibuat itu kan datanya tidak ada di sistem BRI. Nah ini collecting data juga menjadi problem, jadi ketika ukur impak jika kami cara di database itu tidak ada,” kata Solichin.