Bisnis.com, JAKARTA -- Tim Percepatan Penguatan BUMN Klaster Asuransi dan Dana Pensiun menemukan sejumlah isu terkait pengelolaan aset dan liabilitas yang kurang tepat pada perusahaan asuransi dan dana pensiun.
Ketua Project Management Office (PMO) Subtim Pengembangan Bisnis Klaster Asuransi dan Dana Pensiun BUMN Pantro Pander Silitonga mengungkapkan, setidaknya ada tiga isu terkait pengelolaan liabilitas yang berkaitan dengan investasi di perusahaan asuransi jiwa.
Pertama, adanya misleading proporsition di mana perusahaan asuransi jiwa lebih menawarkan janji pengembalian hasil investasi dibandingkan janji proteksi. Perusahaan asuransi jiwa yang menawarkan hasil investasi tinggi cenderung akan melakukan investasi di aset yang berisiko tinggi.
"Kedua, misjudge interest rate trajectory, di mana produk-produk jangka panjang, seperti endowment, membukukan kerugian karena salah memperhitungkan trajectory suku bunga jangka panjang," ujar Pantro dalam webinar Prospek Pertumbuhan Industri Keuangan Nonbank dan Strategi Investasi di Tahun 2022, Rabu (23/2/2022).
Ketiga, terdapat missing liability profile. Perusahaan asuransi jiwa belum memiliki profil liabilitas dan kebutuhan liabilitas yang rinci.
Hal yang sama juga terjadi di asuransi umum. Pantro menuturkan, banyak perusahaan asuransi umum yang belum memiliki profil liabilitas. Selain itu, pihaknya juga menemukan adanya fenomena misrepresented accounting, terutama untuk lini bisnis yang memiliki jangka waktu pertanggungan jangka panjang, seperti asuransi kredit.
Baca Juga
"Hal ini diperburuk lagi dengan pengelolaan dana investasi yang dilakukan nonprofesional dan rentan potensi konflik kepentingan," katanya.
Sementara itu, di dana pensiun, PMO menemukan penggunaan tingkat bunga akturia yang cukup tinggi, terutama di dana pensiun manfaat pasti. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari 49 Dana Pensiun Pemberi Kerja Manfaat Pasti (DPPK-MP) BUMN, sebesar 94 persennya menggunakan bunga aktuaria 8-12 persen. Hal ini mendorong DPPK-MP BUMN cenderung berinvestasi pada aset yang berisiko tinggi untuk mengejar hasil investasi setara dengan tingkat suku bunga akturia yang digunakan.
PMO juga menemukan dari sampel 21 DPPK-MP BUMN, sebesar 43 persennya berinvestasi pada aset berisiko tinggi dan aset yang bersifat tidak likuid.
"Sementara 72 persen peserta DPPK-MP BUMN merupakan peserta pasif yang artinya likuiditas menjadi hal yang penting dari dana pensiun tersebut," tutur Pantro.
Menurut Pantro, pengelolaan aset investasi di asuransi jiwa maupun dana pensiun harus menekankan pada capital preservation di mana strategi investasi disusun untuk memenuhi kewajiban dan kebutuhan cashflow untuk pembayaran klaim dan manfaat di masa sekarang dan masa mendatang.
Oleh karena itu, pihaknya mencoba merumuskan pendekatan investasi dengan strategi liability driven investment (LDI), yakni pola investasi berbasis liabilities asset matching (LAM) untuk memastikan ketersediaan likuiditas.
"Syarat utama jalankan LDI adalah benar-benar mampu memetakan dari portofolio yang ada, bagaimana profil liabilitas dan kebutuhan likuiditas, setelah itu masuk alokasi aset investasi," ujar Pantro.
Dia yakin penerapan LDI dengan manajemen yang prudent dan profesional akan mampu membuat perusahaan asuransi dan dana pensiun dapat memberikan proteksi yang dijanjikan dan memenuhi kewajibannya kepada peserta.