Bisnis.com, JAKARTA – Prospek penyaluran kredit korporasi, khususnya ke sektor manufaktur, dinilai akan terus meningkat hingga akhir 2022. Hal ini didorong oleh meredanya Covid-19 di Indonesia, serta pemanfaatan teknologi di sektor tersebut.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Amin Nurdin, menuturkan bahwa tahun ini sektor manufaktur akan semakin leluasa bergerak setelah 2 tahun terakhir terpukul oleh pandemi Covid-19.
Ke depan, lanjutnya, geliat sektor manufaktur akan semakin terdorong oleh pemanfaatan teknologi serta digitalisasi. Amin mengatakan wacana peningkatan manufaktur 4.0 bakal meningkatkan kapasitas di sejumlah sektor agar dapat tumbuh lebih baik.
“Kredit korporasi akan tumbuh jauh lebih bagus dibandingkan 2021. Berdasarkan fakta karena kita sudah mulai bangkit, beberapa sektor sudah akan berjalan dengan normal. Jadi, akan cukup bagus. Puncaknya setelah September,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (11/5/2022).
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, empat bank besar nasional cukup aktif menyalurkan kredit ke sektor manufaktur sepanjang kuartal I/2022. Alhasil, sektor ini menempati urutan pertama dalam porsi kredit perbankan.
Bank-bank besar tersebut adalah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI).
Baca Juga
BNI, misalnya, menyalurkan kredit ke sektor manufaktur dengan porsi mencapai 25 persen dari total kredit yang diberikan sebanyak Rp122,6 triliun. Rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) dari sektor ini mencapai 4,9 persen.
Sementara itu, BCA mencatat porsi pembiayaan untuk sektor manufaktur sebesar 23,5 persen dari total pembiayaan. NPL untuk sektor manufaktur di BCA mencapai 4,4 persen.
BRI membukukan total kredit korporasi sebesar Rp177,6 triliun pada kuartal I/2022. Sebanyak 23,9 persen atau Rp42,44 triliun dari kredit tersebut disalurkan ke segmen industri manufaktur.
Adapun, Bank Mandiri mengungkapkan pertumbuhan kredit di sektor manufaktur makanan dan minuman mencapai Rp6,2 triliun atau tumbuh 22 persen secara tahunan.