Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) dinilai masih harus mempertahankan suku bunga acuan atau BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada tingkat 3,5 persen.
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menyampaikan posisi BI masih harus behind the curve (mempertahankan suku bunga) untuk saat ini, di samping melanjutkan langkah-langkah makroprudensial yang akomodatif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Riefky menyampaikan tingkat inflasi saat ini masih terkendali meski tekanan dari sisi global meningkat di hampir seluruh negara akibat melonjaknya harga pangan dan energi global, serta gangguan rantai pasokan.
“Di sisi domestik, kita masih berada di jalur pemulihan dengan kinerja ekonomi yang kuat da serangkaian surplus neraca perdagangan yang berkelanjutan,” katanya, Kamis (23/6/2022).
Sementara itu, dari sisi eksternal, volatilitas ekonomi global yang belum mereda membawa prospek yang suram bagi perekonomian global.
Akibatnya, banyak bank sentral menerapkan kebijakan yang lebih hawkish dengan menaikkan suku bunga acuan dan mengurangi pembelian aset untuk menahan kenaikan inflasi domestik.
Baca Juga
Bank Sentral Amerika Serikat, the Fed, pun baru-baru ini menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin. Hal ini menyebabkan flight to quality dan depresiasi di negara berkembang.
Pada kesempatan berbeda, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah memperkirakan BI masih akan mempertahankan suku bunga acuan pada bulan ini.
Keputusan ini menurutnya mempertimbangkan tingkat inflasi yang masih terkendali, terutama inflasi pada komponen inti.
Meski demikian, dia menilai BI seharusnya melakukan pengetatan kebijakan moneter dengan mulai menaikkan suku bunga acuan. Pasalnya, akan berisiko jika BI terlalu lama menahan suku bunga acuan di tingkat 3,5 persen.
“Berisiko bagi pelaku pasar karena BI tidak mengambil kebijakan yang sesuai dengan ekspektasi pasar. Selisih suku bunga AS dan Indonesia sudah terlalu mepet, harapannya pasar BI menaikkan suku bunga,” katanya.
Menurutnya, dikhawatirkan jika BI tetap menahan suku bunga acuan, maka akan terjadi gejolak di pasar keuangan, terutama pelemahan rupiah yang berpotensi menjadi tidak terkendali.
“Ini harga yang harus dibayar jika BI terlalu pede menahan suku bunga di tengah kenaikan suku bunga the Fed yang sudah terlalu besar,” tuturnya.