Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan para pemain industri pembiayaan (multifinance) agar tetap mengawasi kondisi debitur terdampak Covid-19 yang masih memiliki piutang restrukturisasi.
Ketua Dewan Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono mengungkap hal tersebut dalam diskusi virtual bersama Infobank bertajuk 'Non-Bank Financial Forum 2022', Kamis (28/7/2022).
Ogi menjelaskan bahwa industri pembiayaan secara umum sebenarnya mencatatkan kinerja apik sepanjang periode tahun berjalan, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.
"Berdasarkan data outstanding pokok piutang pembiayaan per Juni 2022, nilainya mencapai Rp405,95 triliun dan masih meningkat sebesar 4,98 persen year on year. Kami juga mengapresiasi pelaku industri yang mampu menjaga kualitas piutang, tergambar dari NPF [non-performing financing] industri masih berada dalam tren penurunan dibandingkan Desember 2021," ungkapnya.
Namun, Ogi melihat tantangan buat industri pembiayaan dalam waktu dekat akan bersumber dari potensi kenaikan inflasi. Sebab, fenomena ini besar kemungkinan berdampak pada daya beli masyarakat, sehingga turut berpengaruh terhadap penyaluran pembiayaan.
Selain itu, Ogi juga mengingatkan agar para pemain tidak semata berfokus menjaring debitur baru, melainkan juga terus memantau dan memberikan solusi kepada para debitur yang masih berstatus aktif menjalani program restrukturisasi.
Baca Juga
"Menjelang berakhirnya kebijakan countercyclical di sektor jasa keuangan, pelaku perlu disiplin dalam pemantauan berkala atas risiko kredit dari piutang pembiayaan yang direstrukturisasi," tambahnya.
Sebagai informasi, OJK sebelumnya telah memperpanjang periode kebijakan countercyclical dampak pandemi Covid-19 khusus sektor Industri Keuangan Non-Bank (IKNB), dari sebelumnya berakhir pada April 2022 menjadi berakhir pada April 2023.
Bagi industri multifinance, kebijakan ini berguna membantu debitur yang bergiat di beberapa sektor tertentu yang notabene sulit bangkit dari pandemi dampak pandemi Covid-19. Stimulus ini memungkinkan para debitur tidak terhitung sebagai NPF, serta tidak wajib masuk beban pencadangan seperti seharusnya.
Oleh sebab itu, stimulus ini pun memberikan kesempatan para pelaku industri memberikan keringanan terhadap para debitur, seperti kesepakatan penangguhan pembayaran cicilan, mengakomodasi perpanjangan tenor, atau memungkinkan debitur hanya membayar cicilan pokok terlebih dahulu dalam jangka waktu tertentu.
"Oleh karena itu, pelaku harus memiliki data yang lengkap dan akurat, untuk mengantisipasi skenario pemburukan yang mungkin terjadi pasca berakhirnya relaksasi ini," ungkap Ogi.
Turut hadir, Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W Budiawan yang mengingatkan bahwa tantangan lain yang berpotensi dihadapi para pelaku industri dalam waktu dekat, yaitu aliran sumber pendanaan yang semakin seret di tengah gejolak makroekonomi lokal dan global.
Sementara Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno sepakat bahwa untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut, para pelaku industri harus mampu menjaga kepercayaan para mitra penyedia sumber pendanaan, yaitu perbankan dan investor surat utang.