Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) berencana menerbitkan saham baru atau rights issue dengan nilai Rp5 triliun pada kuartal III/2022. Aksi korporasi dilakukan untuk memenuhi aturan free float dan ekspansi bisnis perseroan.
Pada perdagangan Jumat (5/8/2022), emiten dengan kode saham BRIS itu ditutup stagnan pada level Rp1.590 dengan volume yang diperdagangkan mencapai Rp8,68 juta dan turnover senilai Rp13,81 miliar.
Jika melihat rapor sepanjang tahun berjalan (year-to-date/ytd), harga saham BRIS terpantau berada di zona merah dengan koreksi 10,67 persen. Sama halnya dalam setahun terakhir, saham BRIS terkontraksi 30,57 persen.
Pendiri Syariah Saham Asep Muhammad Saepul Islam mengatakan tingginya minat investor dalam aksi korporasi yang dilakukan BSI nantinya tergantung pada rencana penggunaan dana perseroan.
“Berkaca pada BBRI juga pernah rights issue karena waktu itu ada isu [pembentukan] holding keuangan Pegadaian [Pegadaian dan PNM]. Maka, tinggi [menarik bagi investor] bagaimana nanti dana rights issue ini mau digunakan untuk apa oleh BRIS,” kata Asep, Minggu (7/8/2022).
Oleh karena itu jika dana rights issue BRIS digunakan untuk mengakuisisi BTN Syariah, Asep menilai hal itu akan menjadi katalisator.
Baca Juga
Sebagai penyegar, UU Perbankan Syariah berlaku pada 16 Juli 2008. Setelah 15 tahun UU tersebut diterbitkan, maka batas waktu spin off atau pemisahan unit usaha syariah (UUS) menjadi bank umum syariah (BUS) adalah 16 Juli 2023.
“Kalau lihat UU tersebut, berarti deadline-nya tahun depan. Ini akan katalisator untuk penyerapan rights issue tadi,” ujarnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan rencana akuisisi BTN menjadi sentimen positif karena tren positif kredit pemilikan rumah (KPR) syariah. Saepul mengatakan hal itu didukung dengan kinerja BTN Syariah sejauh ini terbilang baik.
“Artinya, KPR syariah ini menjanjikan. Kalau [BTN Syariah] bisa digabung dengan BRIS, sentimen fundamental bisa bertambah,” ujarnya.
Selain itu, sentimen lainnya adalah apabila BRIS mengembangkan digitalisasi. Asep memandang digitalisasi akan lebih mudah lagi untuk mengerek sentimen positif, sebab kata kunci pertumbuhan adalah terletak pada generasi Z dan digitalisasi.
“Kalau BSI bisa masuk di bidang itu, BSI akan dikenal generasi Z dan digital banking-nya lebih dikenal juga oleh khalayak,” pungkasnya.
Sementara itu, berdasarkan harga dari saham yang ditawarkan terhadap nilai buku atau price to book value (PBV), BSI saat ini telah di atas rata-rata bank BUMN. Kendati demikian, Saepul menilai hal itu merupakan sifat alami dari bisnis syariah yang memiliki segmen pasar khusus.
Sebagai informasi, PBV BRIS saat ini sebesar 2,52 kali. Sementara itu Bank Mandiri (BMRI) berada pada level 1,9 kali, BRI 2,34 kali, BNI 1,24 kali, dan BTN 0,74 kali.
“Ada investor bank syariah yang tipikalnya loyalis, bukan oportunis ini untung atau tidak, tetapi karena saham syariah,” jelasnya.
Menurut Asep, hal tersebut akan menjadi nilai lebih ketika bank hasil merger 3 bank syariah milik BUMN itu mengeluarkan rights issue. Adapun, dia melanjutkan dari sisi teknikal, ketika harga saham BRIS melemah, itu akan bangkit lagi ke harga yang lebih tinggi.
“Seolah-olah harganya dijaga juga oleh pasar. Kalau investor ritel follow the trend saja sampai harga support-nya, nanti baru ambil lagi,” tambahnya.
Sementara itu, dari sisi kinerja, BRIS tercatat membukukan pertumbuhan laba signifikan. Mengutip dari paparan kinerja BMRI, BSI membukukan laba Rp2,12 triliun atau naik lebih dari 40 persen secara tahunan. Selain itu, kredit BRIS juga naik 18,5 persen yoy menjadi Rp191 triliun dengan return on equity (ROE) mencapai 16,1 persen.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.