Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Blak-blakan Dirut Leasing Intan Baru Prana (IBFN) Setelah Izin Dicabut OJK

Intan Baru Prana (IBFN) masih mengelola sendiri piutang debitur dan mencari peluang bisnis baru, seiring fokus membayar utang-utanh terhadap para kreditur.
PT Intan Baruprana Finance Tbk/Istimewa
PT Intan Baruprana Finance Tbk/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - PT Intan Baru Prana Tbk. (IBFN) masih fokus melunasi utang dan menakar peluang usaha baru, selepas izin sebagai perusahaan pembiayaan dicabut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 31 Januari 2022 lalu.

Sekadar informasi, atas pencabutan izin usaha tersebut, mantan leasing sektor alat berat anak usaha PT Intraco Penta Tbk. (INTA) ini harus menanggalkan nama 'finance' dan tidak boleh lagi menggelar pembiayaan baru.

Direktur IBFN Alexander Reyza menjelaskan bahwa sejalan dengan proses pencarian dan evaluasi dari induk usaha terkait jenis usaha baru IBFN ke depan, sampai saat ini hubungan dengan kreditur masih dalam keadaan baik.

"Kami berharap dialog dengan para kreditur dapat tetap terjaga dengan baik, sehingga upaya kami mencari usaha baru dan menjaga kelangsungan usaha dapat didukung, yang pada akhirnya akan membawa dampak positif bagi seluruh pemangku kepentingan," ujarnya dalam paparan publik insidentil secara daring, Kamis (18/8/2022).

IBFN menjamin bahwa induk usaha terus mendukung dalam rangka pencarian bisnis baru, terutama yang berkaitan dengan kompetensi Grup Intraco Penta di bidang alat berat. Bukti bentuk dukungan induk, salah satunya tercermin dari terus adanya upaya mengundang beragam investor bekerja sama dalam pendanaan bisnis baru tersebut.

Reyza menceritakan bahwa hubungan baik dengan para kreditur telah dimulai sejak IBFN menjadi termohon Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pada 2017. Pengajuan perdamaian IBFN pun diterima, sehingga pembayaran utang terkini mengacu pada putusan Pengadilan Niaga 123/Pdt.Sus-PKPU/2017/P.Niaga.Jkt.Pst tanggal 10 April 2018.

"Saat merebaknya pandemi Covid-19 pada medio 2020, perseroan pun telah mendapat relaksasi dari para kreditur. Kemudian, perseroan dan para kreditur mendatangani perubahan perjanjian perdamaian pada 25 November 2020," tambahnya.

Berdasarkan laporan keuangan IBFN periode Juni 2022, sebagian besar kreditur bank menerima pengajuan restrukturisasi IBFN. Terkini, IBFN pun tampak terus mencicil sebagian utang bank miliknya atau membayarkannya lewat metode lain, seperti konversi saham. Hal ini tampak dari nominal total liabilitas yang terus mengecil ketimbang periode sebelumnya.

Sekadar informasi, para kreditur lembaga keuangan yang ketika itu menyetujui perjanjian perdamaian dengan IBFN, antara lain Islamic Corporation for the Development of the Private Sector (ICD), Bank BNI, Bank BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri (saat ini tergabung dalam Bank Syariah Indonesia atau BSI), Bank Maybank Syariah, Bank MNC, Bank Muamalat, Indonesia Eximbank, Bank Mestika Dharma, serta Bank SBI.

Adapun, selain utang bank, IBFN juga masih memiliki jenis utang usaha terhadap pihak berelasi dan pihak ketiga, serta jenis utang lain-lain terkait penerbitan medium term notes (MTN).

"Saat ini sudah ada penurunan dari sisi beban, terutama pos beban bunga atas utang kepada para kreditur. Hal ini juga disebabkan karena relaksasi yang diperoleh perseroan," ungkapnya.

Sementara itu, apabila aturan terkait masa relaksasi nantinya habis pada 2023, Reyza meyakini pihaknya yakin masih bisa bertahan dan mencicil utang secara lancar, dengan harapan sudah bisa mendapatkan pendapatan dari bisnis baru.

Di sisi lain, IBFN saat ini masih mempertahankan kegiatan operasionalnya terkait pengelolaan piutang debitur, kendati sudah tidak boleh melakukan pembiayaan baru lagi. Reyza menyebut sampai saat ini belum ada rencana pengalihan piutang kepada multifinance lain.

Hal ini tampak dari jumlah total pendapatan IBFN per Juni 2022 yang tumbuh 103 persen (year-on-year/yoy) menjadi Rp11,54 miliar dari sebelumnya Rp5,68 miliar, terutama ditopang peningkatan dari pos pendapatan sewa pembiayaan dan pendapatan lain-lain.

"Saat ini, piutang debitur yang masih kami kelola nilainya sekitar Rp1,3 triliun. Kenapa kami tidak ada rencana pengalihan, karena piutang debitur tersebut turut dijaminkan kepada para kreditur IBFN, sehingga masih akan kami kelola sendiri," jelasnya.

Ke depan, Reyza pun menekankan bahwa pihaknya terus berupaya melakukan penyelesaian akun-akun piutang macet alias non-performing financing (NPF), sebagai upaya pemulihan kinerja keuangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper