Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) diprediksi akan mempertahankan suku bunga acuan atau (BI7DRR) pada level 3,5 persen yang akan diumumkan pada Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI), Selasa (23/8/2022).
Berdasarkan konsensus Bloomberg, sebanyak 24 dari 31 ekonom mengatakan BI tetap mempertahankan suku bunga acuan 3,5 persen pada survei yang dilakukan, Senin (22/8/22). Sisanya mengharapkan peningkatan 25 basis poin.
Indonesia diperkirakan akan terus melawan tren pengetatan kebijakan moneter, meskipun tanda-tanda bahwa pemerintah dapat menaikkan harga bahan bakar dapat meyakinkan bank sentral untuk menjinakkan inflasi.
Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan bahwa pihaknya belum akan menaikkan suku bunga acuan karena inflasi inti tercatat masih relatif rendah. Hal itu disampaikan Perry saat Pembukaan Rakornas Pengendalian Inflasi Tahun 2022 pada Kamis (18/8/2022).
Pernyataannya muncul bahkan setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperingatkan bahwa pemerintah tidak akan mampu mempertahankan subsidi BBM dan kompensasi energi yang besar.
3 Poin yang dicermati dari RDG BI, Selasa (23/8/2022)
Simak poin-poin yang harus dicermati dalam RDG BI Selasa (23/8/22), selain suku bunga acuan.
Baca Juga
1. Kenaikan Harga BBM
Pemerintah sedang mempertimbangkan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) karena subsidi dan kompensasi energi tahun ini dapat melebihi alokasi, yaitu Rp502 triliun pada APBN 2022.
“Ini hanya masalah waktu dan besaran karena akan menentukan dampaknya terhadap lintasan inflasi dan pertumbuhan ekonomi,” kata Ekonom BCA David Sumual seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (23/8/2022).
Indonesia telah mempertahankan harga Pertalite, BBM yang paling banyak digunakan masyarakat, pada Rp 7.650 per liter dibandingkan harga keekonomian Rp 18.150 yang seharusnya dijual. Konsumsi bensin bersubsidi diperkirakan mencapai 28 juta kiloliter hingga akhir tahun ini, melampaui batas 23 juta kiloliter yang ditetapkan dalam rencana subsidi.
2. Risiko Inflasi
Kenaikan BBM akan memperburuk inflasi di Indonesia, di mana kenaikan harga akan melonjak hingga akhir tahun ini. Bank Indonesia menaikkan prospek inflasi menjadi 4,5-4,6 persen bulan lalu, dari 4,2 persen. Prospek tersebut melampaui target awal tahun, yaitu 2-4 persen.
"Kenaikan harga Pertalite sebesar 30 persen dapat menyebabkan inflasi menjadi 6 persen," kata Josua Pardede, Kepala Ekonom Bank Permata.
Seperti diketahuii, inflasi tahunan naik 4,94 persen pada Juli 2022, laju tercepat sejak Oktober 2015. Sementara inflasi inti, dimana BI telah menghapus bahan makanan dan bahan bakar yang mudah menguap, tetap terkendali di 2,86 persen pada Juli 2022, diproyeksikan mendekati 3 persen bulan ini.
Barclays Bank Plc mengatakan dalam catatan 19 Agustus. Barclays juga memperkirakan kenaikan 25 basis poin pada pertemuan RDG BI September 2022.
3. Sinyak Kenaikan di September
Analis akan mencermati bahasa Bank Indonesia, terkait sikap bank sentral menjadi semakin khawatir tentang tekanan harga dengan latar belakang pemulihan ekonomi.
Rasio giro wajib minimum bank (GWM) akan naik menjadi 9 persen dari dana pihak ketiga (DPK) bulan depan sebagai bagian dari langkah Bank Indonesia untuk melonggarkan beberapa kebijakan pandemi Covid-19.
Pengetatan yang lebih agresif oleh Federal Reserve (The Fed) tetap menjadi risiko penurunan rupiah yang turun lebih dari 4 persen tahun ini. Selain itu, Cadangan devisa telah jatuh ke level terendah sejak 2020 untuk menstabilkan mata uang rupiah yang tertekan dolar AS.