Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan pembiayaan PT BRI Multifinance Indonesia (BRI Finance) mengaku telah mempersiapkan strategi menghadapi tantangan pembiayaan pada semester II/2022.
Corporate Secretary BRI Finance Taufiq Kurniadihardja menjelaskan bahwa langkah antisipatif untuk menghadapi potensi lonjakan inflasi yang salah satunya akibat kenaikan harga BBM, serta kenaikan suku bunga acuan, yaitu mulai diversifikasi sumber pendanaan sejak pertengahan tahun.
"Salah satunya, lewat penerbitan Obligasi I BRI Finance Tahun 2022 yang sudah dicatatkan efektif 10 Agustus 2022. Selain itu, BRI Finance juga senantiasa mengupayakan maturity dari struktur pendanaan matching dengan struktur pembiayaan, dengan tetap memperhatikan cost of fund, agar terjadi kesesuaian antara pola pendanaan dan pola pembiayaan," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (12/9/2022).
Sekadar informasi, BRI Finance mencatatkan kelebihan permintaan (oversubscribed) sebanyak 147 persen atas penerbitan Obligasi I BRI Finance Tahun 2022. Obligasi perdana BRI Finance yang bernilai Rp1,03 triliun tersebut memiliki tenor 3 tahun dengan kupon final 6,95 persen.
Di sisi lain, BRI Finance mengakui, kenaikan suku bunga akan berpengaruh kepada kenaikan biaya dana atau cost of fund (CoF) bagi perusahaan multifinance secara umum.
Namun, setiap perusahaan multifinance memiliki struktur pendanaan yang berbeda-beda. Ada perusahaan yang memiliki proporsi funding jangka panjang yang lebih besar dibandingkan dengan proporsi funding jangka pendek, atau sebaliknya.
Baca Juga
Terkini, BRI Finance masih berupaya menjadi perusahaan multifinance dengan proporsi funding jangka panjang lebih besar, sehingga kenaikan suku bunga acuan tidak berdampak signifikan terhadap besaran kenaikan CoF.
"Oleh karena itu, dengan keberhasilan menerbitkan obligasi pada Agustus lalu, kami lebih optimistis menghadapi tantangan ekonomi. Penerbitan obligasi juga merupakan salah satu strategi guna mendukung inisiatif perusahaan lebih fokus ke pembiayaan konsumen yang memiliki karakteristik tenor panjang dan suku bunga tetap," tambahnya.
Taufiq pun mengamini jika kenaikan harga BBM bisa berpotensi meningkatkan rasio pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/NPF), akibat menurunnya daya beli masyarakat.
BRI Finance melihat ada potensi berkurangnya kemampuan debitur untuk membayar kewajiban angsuran, sehingga sebagian debitur akan memilih opsi menunda membayar angsuran, guna memenuhi kebutuhan yang lebih primer.
"Terkait NPF, kami tetap melanjutkan kebijakan prudential financing yang telah dilakukan selama ini secara konsisten. Juga memastikan bahwa calon-calon debitur yang mengajukan pembiayaan saat ini tentu telah memperhitungkan kemampuannya untuk membayar angsuran tepat waktu," jelasnya.
Selain itu, jajaran bisnis juga diminta untuk melakukan monitoring sektor-sektor industri yang terdampak langsung kenaikan harga BBM, dan menjaga kualitas aset pembiayaan eksisting, lanjutnya.
Terakhir, kendati kenaikan harga BBM memunculkan risiko baru pada industri pembiayaan, Taufiq menegaskan BRI Finance masih dapat mengambil kesempatan dari hal tersebut, yaitu potensi pertumbuhan penjualan kendaraan listrik.
Saat ini, BRI Finance pun sudah menyediakan fasilitas pembiayaan kendaraan berbasis listrik, baik untuk kendaraan roda dua maupun roda empat, dan terus menambah kerja sama dengan berbagai pabrikan kendaraan listrik.
Sebelumnya, perseroan telah menggandeng PT Smoot Motor Indonesia untuk memperluas pasar pembiayaan sepeda motor listrik. Hal ini seiring dengan aspirasi BRIF untuk memperbesar pangsa pasar pembiayaan konsumer sekaligus berperan aktif mendukung program pemerintah dalam peningkatan kendaraan ramah lingkungan.
"Kenaikan harga BBM akan meningkatkan animo dan minat masyarakat untuk shifting membeli dan menggunakan kendaraan berbasis listrik, karena dianggap jauh lebih efisien dalam hal biaya konsumsi dibandingkan kendaraan yang menggunakan BBM," jelasnya.
Adapun, dilihat dari sisi proyeksi realisasi kinerja, BRI Finance pada tahun ini membidik pembiayaan tumbuh lebih dari 20 persen. Anak usaha PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI ini juga optimistis menatap pasar di sisa tahun ini. Hingga penghujung 2022, BRI Finance membidik pembiayaan baru di atas Rp4 triliun.
Hal itu pun didukung kinerja BRI Finance yang sangat positif setidaknya hingga Mei 2022, di mana total aset perseroan terus meningkat hingga mencapai Rp6,34 triliun pada Mei 2022.
Piutang pembiayaan perseroan mencapai Rp5,65 triliun atau naik 18 persen dari posisi Desember 2021. Komposisi pembiayaan konsumer mencapai 68 persen dari total portofolio. Kualitas aset pun masih terjaga dengan rasio NPF net tercatat sebesar 0,16 persen pada Mei 2022.
Hingga periode yang sama BRI Finance mampu membukukan pendapatan sebesar Rp327 miliar. Raihan itu meningkat 48,25 persen dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp220 miliar.
Sementara itu, laba bersih BRI Finance mencapai Rp25 miliar pada Mei 2022 atau melesat 126,41 persen dari periode yang sama tahun lalu, yaitu Rp11 miliar.