Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Syariah Indonesia Tbk. atau BSI (BRIS) membukukan pertumbuhan laba bersih 42 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada kuartal III/2022 menjadi Rp3,21 triliun.
Pertumbuhan laba ini terlihat dari rasio profitabilitas perusahaan yang moncer. BSI mencatat tingkat pengembalian aset (return on asset/ROA) menjadi 2,08 persen pada kuartal III/2022 atau naik 38 basis poin (bps) dibandingkan dengan posisi September 2021.
Kemudian, tingkat pengembalian modal (return on equity/ROE) mencapai 17,44 persen per September 2022 atau naik 362 bps.
Direktur Finance & Strategy BSI Ade Cahyo Nugroho mengatakan kinerja laba bersih ini merupakan buah merger. "Kinerja rasio keuangan mampu memperoleh capaian baru sebelum BSI menjadi satu," katanya dalam paparan kinerja BSI kuartal III/2022, Kamis (27/10/2022).
Sebagaimana diketahui BSI merupakan peleburan dari PT Bank Mandiri Syariah, PT BNI Syariah, dan PT BRI Syariah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara memberikan izin merger tiga anak usaha bank BUMN tersebut pada 27 Januari 2021.
Adapun kinerja laba BSI diiringi oleh turunnya biaya dana atau cost of fund sebesar 54 bps dari 2,1 persen per September 2021 menjadi 1,56 persen per September 2022.
Baca Juga
"Merger juga menghasilkan efisiensi yang lebih baik bagi BSI," ujar Cahyo.
Bila dirinci, rasio biaya operasional dan pendapatan operasional (BOPO) turun 582 bps dari 79,84 persen pada September 2021 menjadi 74,02 persen pada kuartal III/2022.
Sementara itu, financing to deposit ratio (FDR) atau rasio pembiayaan terhadap pendanaan naik dari 74,45 persen menjadi 81,45 persen.
Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengatakan, BSI juga mencatatkan kinerja solid pada sejumlah indikator. "Kinerja solid ini ditandai dengan indikator aset yang mengalami pertumbuhan 11,53 persen yoy jadi Rp280 triliun pada kuartal III/2022," ungkapnya.
Kemudian, dari sisi pembiayaan, BSI berhasil membukukan pertumbuhan 22,35 persen yoy menjadi Rp199,82 triliun per kuartal III/2022 dibandingkan Rp163,31 triliun pada kuartal III/2021.
Pertumbuhan pembiayaan ini diiringi dengan perbaikan pada sisi kualitas pinjaman. Tercatat, rasio nonperforming financing (NPF) gross BSI turun dari 3,05 persen menjadi 2,67 persen. NPF net juga turun dari 1,02 persen menjadi 0,59 persen.
Dari sisi dana pihak ketiga (DPK), BSI mencatatkan kenaikan 11,86 persen menjadi Rp245,18 triliun. Pertumbuhan DPK ini terdorong oleh pertumbuhan tabungan wadiah yang naik 34,04 persen.
Sementara, porsi dana murah atau current account savings account (CASA) tumbuh dari 55,80 persen menjadi 60,90 persen.