Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah bank sentral mempublikasikan laporan Foreign Exchange Markets in Asia Pacific dengan fokus asesmen dan rekomendasi kebijakan pasar valas. Laporan ini merupakan hasil kolaborasi bank sentral yang tergabung dalam Study Group Bank for International Settlements (BIS).
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono menyebutkan laporan itu dikerjakan sejak pembentukan kelompok kerja pada April 2022 lalu.
Erwin menjelaskan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan itu adalah bank sentral dan otoritas moneter dari Australia, China, Filipina, Hongkong, India, Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, Selandia Baru, Thailand, serta pengamat dari Jepang.
"Pembentukan study group ini difokuskan untuk melakukan asesmen dan menyusun rekomendasi kebijakan guna memperkuat pemantauan di pasar valas, pengembangan dan pendalaman pasar valas yang efisien, perluasan penggunaan lindung nilai valas yang efisien, dan upaya untuk meredam dampak volatilitas di pasar keuangan domestik," ujar Erwin pada Senin (31/10/2022).
Menurutnya, peningkatan volume pasar valas di Asia Pasifik sejak 2013 hingga saat ini sangat memengaruhi efektivitas kebijakan bank sentral negara berkembang, termasuk Indonesia. Laporan itu mengkaji kebijakan stabilisasi sebagai instrumen utama dalam mendukung mekanisme pasar dan stabilitas sistem keuangan.
Terdapat tiga fokus utama asesmen dan opsi kebijakan yang dimuat dalam laporan tersebut, yakni pemantauan dan pengawasan pasar valas, perkembangan pasar lindung nilai valas, serta pertimbangan dan kaitan struktur pasar valas dan arus modal.
Menurut Erwin, analisis dalam laporan itu menggunakan metode survei anggota study group, BIS Triennial Central Bank Survey of Foreign Exchange and Over-the-counter Derivatives Markets, sumber sektor resmi lainnya, sumber data komersial, dan studi kasus negara anggota.
"Laporan ini juga menuangkan pentingnya dukungan pasar valas spot dan derivatif yang berfungsi dengan baik, agar bank sentral dapat menempuh macro-financial stability frameworks dengan optimal dalam merespons gejolak nilai tukar dan arus modal," katanya