Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat menilai penurunan investasi asuransi jiwa di instrumen reksa dana merupakan dampak dari beberapa permasalahan yang terjadi di industri asuransi nasional.
Pengamat Asuransi & Dosen Program MM-FEB UGM Kapler Marpaung menilai meski pandemi Covid-19 ikut berkontribusi atas rendahnya permintaan asuransi sebagai akibat turunnya pendapatan, akan tetapi yang paling utama adalah karena akibat dari kasus gagal bayar dari beberapa perusahaan asuransi jiwa dalam beberapa tahun terakhir.
“Akibat gagal bayar ini mengakibatkan semakin berkurangnya permintaan akan asuransi, khususnya unit-linked, dan semakin hati-hati perusahaan asuransi menginvestasikan dana nasabah,” kata Kapler kepada Bisnis, Rabu (11/1/2023).
Selain itu, Kapler menambahkan perusahaan asuransi juga lebih memilih investasi yang aman dengan risiko terkecil, mengingat investasi perusahaan asuransi di capital market selama ini mayoritas bersumber dari premi unit-linked.
Namun demikian, menurutnya penurunan investasi pada reksa dana tidak berdampak langsung terhadap kinerja perusahaan asuransi, melainkan saat ini perusahaan asuransi perlu melakukan reformasi salah satunya dengan mengubah strategi investasi, yakni dari investasi yang berisiko tinggi ke risiko yang rendah.
“Masyarakat bukan lagi pada kondisi menuntut imbal hasil yang tinggi atas dana investasi, akan tetapi menuntut bagaimana agar dana mereka aman di dalam penyimpanan instrumen keuangan,” pungkasnya.
Di sisi lain, Kapler menilai aturan baru yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupa Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 5/SEOJK.05/2022 tentang Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi (PAYDI) dinilai bukan penyebab turunnya investasi reksa dana di asuransi jiwa.
Aturan SEOJK PAYDI merupakan suatu hal yang baik untuk melindungi kepentingan konsumen. Artinya, kata Kapler, SEOJK PAYDI sejatinya ingin melindungi konsumen sebagaimana amanat dari Undang-Undang (UU) tentang OJK.
Adapun, Kapler mengatakan langkah yang harus dilakuka perusahaan asuransi untuk memperkuat investasi di reksa dana adalah dengan menggunakan prinsip kehati-hatian, mematuhi tata kelola investasi, komite investasi yang independen dan profesional, keterlibatan komisaris independen di komite investas, serta standar operasional prosedur investasi yang harus dibuat ketat.
Tren ke Depan dengan proteksi
Selanjutnya, Kapler menuturkan untuk tren investasi asuransi di reksa dana ke depan bergantung pada beberapa hal, seperti besarnya modal sendiri atau ekuitas yang dimiliki, jumlah dana investasi, pertumbuhan premi, hingga kepercayaan masyarakat kepada industri asuransi.
Dalam hal kepercayaan masyarakat, Kapler menyatakan dirinya selalu menyampaikan pesan kepada regulator agar minimal proses pembayaran program restrukturisasi asuransi Jiwasraya atau IFG Life supaya dikawal dan berjalan sebagaimana yang sudah disepakati.
“Kasus gagal bayar beberapa perusahaan asuransi jiwa ini menjadi tekanan yang luar biasa kepada pertumbuhan industri asuransi ke depan,” ungkapnya.
Sebelumnya, OJK dalam data Statistik Asuransi mencatat adanya penurunan yang terjadi pada instrumen investasi reksa dana di perusahaan asuransi jiwa konvensional pada November 2022.
Berdasarkan data Statistik Asuransi periode November 2022, investasi reksa dana di perusahaan asuransi jiwa konvensional tercatat menyusut 32,30 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Nilai itu turun dari Rp161,48 triliun menjadi Rp109,32 triliun.
“Instrumen investasi reksa dana di perusahaan asuransi jiwa konvensional mencapai Rp109,32 triliun pada November 2022,” ungkap OJK dalam data tersebut, dikutip pada Rabu (11/1/2023).
Sepanjang tahun berjalan sampai dengan November 2022, penurunan instrumen investasi reksa dana terjadi pada April 2022 dan berlanjut hingga November 2022. Di sisi lain, pertumbuhan untuk jenis investasi reksa dana hanya terjadi pada periode Januari 2022 – Maret 2022.
Meski mengalami penurunan, OJK mencatat investasi di perusahaan asuransi jiwa konvensional masih mencatatkan kinerja yang positif sampai dengan November 2022. Hal itu tercermin dari jumlah investasi menjadi Rp526,17 triliun pada November 2022, atau mampu tumbuh 5,5 persen yoy dari sebelumnya yang hanya bernilai Rp498,84 triliun pada November 2021.
Selain itu, perusahaan asuransi jiwa konvensional juga mencatatkan kenaikan jumlah aset sebesar 5,87 persen yoy. Alhasil, perolehan jumlah aset tersebut naik dari semula Rp566,9 triliun menjadi Rp600,19 triliun.