Langkah BCA (BBCA) Kejar Pembiayaan Hijau
Begitu juga dengan BCA. Executive Vice President Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan bahwa pada tahun ini prospek kredit berkelanjutan cukup baik. "Kami terus mendorong portofolio kredit keuangan berkelanjutan," ungkapnya.
Hingga kuartal III/2022, BCA telah menyalurkan pembiayaan ke sektor-sektor berkelanjutan sebesar Rp172,7 triliun atau tumbuh 18,6 persen secara tahunan (year on year/yoy). Kredit berkelanjutan itu telah berkontribusi 25,1 persen terhadap total kredit BCA secara keseluruhan. Pertumbuhan pembiayaan ke sektor berkelanjutan tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan total kredit BCA.
Kredit tersebut disalurkan oleh BCA ke berbagai proyek hijau misalnya sektor energi terbarukan. Per September 2022, BCA telah menyalurkan pembiayaan bagi sejumlah perusahaan yang bergerak di bidang energi terbarukan dengan total kapasitas energi yang dihasilkan sebesar 210 Megawatt (MW).
Sebagaimana diketahui, pembiayaan berkelanjutan tahun ini diperkirakan akan meningkat. Ketua Umum Ikatan Bankir Indonesia (IBI) Haryanto T. Budiman mengatakan bahwa investor global saat ini banyak yang sudah fokus pada aspek sustainability dalam keputusan investasi mereka.
"Penerapan ESG jadi pertimbangan utama mereka dalam berinvestasi, perbankan nasional pun tak luput dari penerapan prinsip tersebut," kata Haryanto dalam CEO Banking Forum pada pekan lalu (9/1/2023).
Di Indonesia, potensi kredit berkelanjutan pun tergolong besar. Apalagi, Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tengara yang memiliki risiko paling besar terkena dampak perubahan iklim.
Baca Juga
Berdasarkan data Bank Pembangunan Asia, perubahan iklim akan memangkas pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) negara-negara di Asia Tenggara sebesar 11 persen pada akhir abad ini. Dengan begitu, semakin banyak lagi perusahaan di Indonesia yang akan menerapkan prinsip berkelanjutan.
Selain itu, pembiayaan berkelanjutan tahun ini akan terdorong oleh penguatan peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Dalam UU PPSK, pasal 6 ayat 1b menyebutkan bahwa OJK memiliki tugas baru untuk mengatur dan mengawasi keuangan derivatif dan bursa karbon. Adapun hal tersebut mencakup perdagangan instrumen yang berkaitan dengan nilai ekonomi karbon.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan wewenang baru tersebut memungkinkan otoritas untuk ikut mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri melalui beberapa sektor prioritas, salah satunya terkait dengan ekonomi hijau.
“Ini dalam kaitan penguatan dan pengembangan apa yang kami ingin dorong tadi, apakah itu ekonomi hijau atau kita mau mendorong transisi energi dari berbasis fosil ke yang lebih terbarukan,” ujarnya.