Bisnis.com, JAKARTA— Masalah agen di industri asuransi tidak kunjung selesai. Setelah ramai kasus pemalsuan oleh Agen Astra Life beberapa waktu lalu, kini industri ramai kasus pemalsuan polis oleh eks tenaga pemasar PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG Tbk, Swita Glorite Supit.
Terkait hal tersebut, Pengamat Asuransi yang juga Dosen Program MM Fakuktas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada (UGM) Kapler Marpaung mengatakan bahwa pembenahan agen merupakan hal yang mendesak di industri asuransi.
“Masalah agen asuransi memang ini terlambat dibenahi baik oleh asosiasi, perusahaan maupun oleh regulator. Malah cenderung memberikan ruang istimewa kepada agen selama ini. Saya sebagai pengamat sudah sering mengingatkan bahwa pembenahan agen sangat mendesak, tetapi kelihatannya kurang direspons baik oleh stakehokder,” kata Kapler kepada Bisnis, akhir pekan lalu (4/5/2023).
Namun demikian, Kapler berharap dengan adanya kejadian pemalsuan polis oleh eks tenaga pemasar ini regulator, asosiasi agen, dan asosiasi perusahaan asuransi bisa lebih serius dalam pembenahan agen. Menurutnya sudah sangat banyak masalah keagenan yang merugikan pemegang polis
“Agen asuransi posisinya sering lebih diistimewakan dari pada pialang asuransi, padahal kewajiban sebagai perusahaan pialang asuransi jauh lebih banyak dan lebih berat dibandingkan dengan agen,” imbuhnya.
Baca Juga
Kapler menyebutkan kasus pemalsuan polis ini berarti pemalsuan dokumen asuransi. Dalam Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 2014 tentang pemalsuan dokumen adalah suatu perbuatan pidana.
Disamping pasal 1365 dan 1366 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum yang nerugikan orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian karena kesalahannya untuk mengganti kerugian.
Lalu siapa yang bertanggungjawab atas kasus pemalsuan polis oleh agen asuransi?
Kapler mengatakan bahwa terkait hal tersebut perlu pemeriksaan dan penyidikan oleh pihak yang berwenang. Pasalnya menurutnya karena bicara mengenai pemalsuan polis ada beberapa hal yang perlu diketahui terlebih dahulu.
Seperti halnya apakah agen memalsukan polis dengan tidak menggunakan polis yang disediakan/dicetak oleh perusahaan atau agen mencetak sendiri polis asuransi dengan memalsukan nomor seri polis.
Selain itu, apakah memakai polis perusahaan dan memalsukan tandatangan dan stempel perusahaan. Meskipun demikian, dalam Peraturan OJK No.69/POJK.69/2006 tentang Penyelenggaraan Usaha Asuransi pasal 16, mengatakan dalam hal perusahaan asuransi menggunakan agen asuransi dalam pemasaran produknya maka perusahaan asuransi bertanggungjawab penuh terhadap konsekuensi yang timbul dari penutupan asuransi yang dilakukan oleh agen asuransi.
“Ini sama dengan pasal 73 POJK No 2/POJK.05/ 2014 tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik,” katanya.
Kapler juga memberikan beberapa langkah yang perlu dilakukan oleh perusahaan asuransi agar hal serupa tidak terulang kembali. Pertama-tana yakni memberdayakan optimal fungsi dan peran komite audit, serta internal auditor.
Selain itu melakukan evaluasi secara rutin dan berkala terhadap kegiatan agen dan meningkatkan alat bantu kontrol yang lebih baik.
“Mungkin perlu adanya kewajiban rotasi pegawai di keagenan secara berkala seperti yang berlaku di bank. Menurut saya ini salah satu kelemahan tidak berjalannya fungsi kontrol dari kantor pusat kepada kantor keagenan,” kata Kapler.
Kapler menilai bahwa pada asuransi jiwa, kantor keagenan itu seperti memiliki otonomi khusus di mana pegawainya tidak dapat diintervensi oleh perusahaan asuransi. Pasalnya menurutnya pegawai keagenan mungkin saja bukan pegawai perusahaan asuransi, sehingga kolusi antara direktur kantor keagenan dengan pegawainya tidak termonitor oleh kantor pusat.
Lima poin yang perlu diwaspadai oleh nasabah asuransi antara lain.
Pertama jangan mudah terpengaruh dengan bujuk rayu agen asuransi. Kedua, meminta tanda pengenal agen asuransi lalu konfirmasi ke kantornya apakah benar yang bersangkutan sebagai agen.
Ketiga, untuk menghindari bahwa masyarakat memiliki polis yang bukan palsu hanya ada satu cara yaitu telepon ke kantor pusat perusahaan asuransi yang mengeluarkan polis untuk memastikan polis yang diterima adalah asli.
Keempat, jangan membayar premi asuransi kepada rekening yang bukan milik perusahaan asuransi apalagi diminta transfer ke rekening pribadi, hal ini harus dihindari dan ini harus dicurigai.
Kelima sebelum mentransfer premi, hubungi lebih dahulu kantor pusat asuransi untuk memastikan apakah rekening bank yang diberikan agen adalah benar milik perusahaan asuransi.
“Pekerjaan ini memang akan menjadi sangat merepotkan nasabah, tetapi inilah yang harus dilakukan untuk saat ini sambil menunggi penataan penutupan asuransi melalui agen asuransi,” tandasnya.