Bisnis.com, JAKARTA— Hasil investasi industri asuransi jiwa sebesar Rp23,91 triliun pada 2024 atau mengalami kontraksi signifikan sebesar 24,8% secara tahunan (year on year/YoY) dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar Rp31,80 triliun.
Penurunan ini berbanding terbalik dengan tren pertumbuhan pada 2023, di mana hasil investasi industri asuransi jiwa meningkat 45,1% YoY dari Rp21,91 triliun pada 2022 menjadi Rp31,80 triliun.
Pengamat asuransi Dedy Kristianto menilai bahwa penurunan ini disebabkan oleh kondisi ekonomi global yang masih belum stabil, yang turut berdampak pada perekonomian nasional.
“Selain daripada itu, pasar juga menerapkan prinsip kehati-hatian dan wait and see terhadap setiap kebijakan pemerintahan kita yang baru, apakah dapat memberikan stimulus usaha dan rasa aman bagi dunia usaha atau tidak. Itulah faktor yang mempengaruhi adanya penurunan investasi tadi,” kata Dedy kepada Bisnis pada Minggu (2/3/2025).
Untuk menghadapi tantangan ini, Dedy menekankan bahwa perusahaan asuransi harus lebih proaktif dalam meningkatkan pendapatan.
Kemudian juga melakukan evaluasi strategi investasi yang disesuaikan dengan perubahan pasar yang dinamis, dan yang ketiga adalah bagaimana melakukan inovasi dalam pengelolaan aset investasi.
Baca Juga
Senada, Praktisi Manajemen Risiko sekaligus Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi), Wahyudin Rahman, mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor utama yang menyebabkan turunnya hasil investasi asuransi jiwa pada 2024.
Pertama, volatilitas pasar saham dan obligasi yang meningkat pada 2024. Kedua, pelemahan indeks saham di sektor yang menjadi portofolio utama asuransi jiwa berpengaruh pada return investasi.
“Ketiga, kenaikan suku bunga global yang menyebabkan aliran modal keluar dari pasar domestik. Keempat, ketidakpastian ekonomi global, seperti perlambatan pertumbuhan ekonomi dan faktor inflasi yang masih tinggi bisa menggerus daya beli masyarakat dan berpengaruh pada kinerja perusahaan yang menjadi underlying asset investasi,” papar Wahyudin.
Selain itu, dia menambahkan bahwa strategi investasi beberapa perusahaan asuransi jiwa yang kurang adaptif juga turut berkontribusi terhadap penurunan hasil investasi.
“Beberapa perusahaan asuransi jiwa mungkin terlalu agresif dalam mengalokasikan dana ke instrumen berisiko tinggi pada 2023 sehingga terdampak negatif saat pasar mengalami koreksi pada 2024,” tambahnya.
Wahyudin pun menyarankan agar perusahaan asuransi lebih berhati-hati dalam mengelola portofolio investasinya. Menurutnya perusahaan perlu mengalokasikan investasi ke instrumen yang lebih stabil seperti Surat Berharga Negara (SBN) atau instrumen berbasis syariah yang lebih tahan terhadap volatilitas pasar.
Selain itu, menyesuaikan portofolio dengan kondisi pasar, misalnya meningkatkan porsi investasi pada sektor-sektor yang memiliki potensi pertumbuhan lebih stabil,” ujarnya.
Dia juga menekankan pentingnya penerapan manajemen risiko yang lebih ketat.
“Strategi ALM [Asset-Liability Management] yang lebih baik perlu diterapkan agar investasi sejalan dengan kewajiban jangka panjang perusahaan. Selain itu, peningkatan pemantauan risiko pasar secara lebih proaktif dan menyesuaikan strategi investasi secara dinamis juga menjadi kunci,” tegas Wahyudin.