Bisnis.com, JAKARTA — Wacana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mewajibkan agunan bagi pinjaman produktif pinjol alias fintech P2P lending dengan outstanding pinjaman di atas Rp2 miliar disebut bisa mengurangi minat borrower atau peminjam dana.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda memberikan banyak catatan atas wacana OJK tersebut. Menurutnya banyak faktor yang perlu diperjelas, termasuk bagaimana urgensi ketentuan wajib agunan ini.
"Yang jadi pertanyaan adalah, jika calon borrower mempunyai agunan hingga Rp2 miliar, apa yang menyebabkan calon borrower tersebut meminjam pinjaman dari pindar dengan suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan perbankan? Apakah karena calon borrower tersebut tidak berkualitas? Ketika tidak berkualitas, apakah industri pindar menerima calon borrower tersebut?," kata Huda kepada Bisnis, dikutip pada Kamis (17/4/2025).
Huda mengatakan OJK harus menyesuaikan ketentuan wajib agunan ini dengan karakteristik pengguna pinjaman online.
"Ketika diminta agunan, ketika pengajuan pinjaman sebesar Rp2 miliar lebih, saya rasa akan menyurutkan minat untuk melakukan pembiayaan di pindar. Ya lebih rasional mereka pinjam di perbankan dengan bunga yang lebih rendah. Segmen produktif [pinjaman daring] jadi berkurang," ujarnya.
Meski begitu Huda memahami niat baik OJK mewajibkan agunan bagi pinjaman produktif di atas Rp2 miliar ini adalah sebagai upaya perlindungan lender atau pemberi dana P2P lending ketika terjadi gagal bayar. Hanya saja, yang menjadi catatannya adalah agunan pinjaman P2P lending ini berbeda dengan agunan pinjaman bank.
Baca Juga
"Memang lender hanya diberikan jaminan berupa ada agunan. Tapi agunan tetap dipegang platform. Kecuali perbankan yang bisa memegang agunan dari uang nasabah yang dikelola oleh bank. Sedangkan karakteristik pindar ini kan beda," pungkasnya.
Adapun kewajiban agunan untuk pinjaman online sektor produktif dengan nominal di atas Rp2 miliar ini tertuang dalam Rancangan Surat Edaran OJK tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknolog Informasi yang saat ini sedang dalam tahap pembahasan. Dalam rancangan edaran ini tertera bahwa agunan akan mulai berlaku paling lambat satu tahun sejak rancangan edaran ini ditetapkan.
Adapun, saat ini batas maksimal pembiayaan fintech P2P lending untuk pembiayaan produktif ditetapkan sebesar Rp5 miliar. Ketentuan ini diatur di dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 40/2024 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI). Ketentuan di dalam POJK ini efektif berlaku mulai 27 Desember 2024.
Namun, tidak semua penyelenggara P2P lending bisa menyalurkan pembiayaan produktif hingga Rp5 miliar. Penyelenggara P2P yang bisa memberikan pembiayaan produktif sampai Rp5 miliar harus memenuhi dua ketentuan.
Pertama, penyelenggara P2P lending memiliki kualitas pendanaan macet maksimal 5% dalam kurun waktu enam bulan terakhir.
Kedua, penyelenggara P2P lending tidak sedang dalam pengenaan sanksi pembatasan kegiatan usaha atau pembekuan kegiatan usaha sebagian atau seluruhnya dari OJK.
Bagi penyelenggara P2P lending yang belum memenuhi ketentuan tersebut, maka batas atas pembiayaan produktif disamakan dengan pembiayaan konsumtif, yakni sebesar Rp2 miliar.