Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) kian agresif dalam menyalurkan pembiayaan ke sektor berkelanjutan.
EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera F. Haryn menyebut sebagai bagian dari perbankan nasional pada prinsipnya mendukung berbagai kebijakan pemerintah, regulator, serta otoritas perbankan dalam rangka percepatan transisi energi serta pencapaian target penurunan emisi karbon di Indonesia.
“Kami terus mendorong portofolio kredit keuangan berkelanjutan (sustainable finance). Penyaluran kredit ke sektor-sektor berkelanjutan naik 6,9 persen year-on-year mencapai Rp181 triliun di Juni 2023, berkontribusi hingga 24,3 persen terhadap total portofolio pembiayaan BCA,” sebutnya pada Bisnis, dikutip Kamis (24/8/2023).
Pembiayaan berkelanjutan BCA salah satunya mengalir ke sektor energi terbarukan sektor kelistrikan. Tercatat total kapasitas energi yang dihasilkan mencapai 210 MW. Mulai dari, Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM), Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm), dan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg), hingga Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Di sisi lain, Hera menambahkan komposisi kredit perseroan untuk sektor batu bara sangatlah kecil. Tercatat, per Juni 2023, porsi kredit batu bara hanya sebesar 0,4 persen dari total kredit yang disalurkan perseroan.
"Untuk pembiayaan batu bara sendiri dilakukan dalam rangka mendukung penyediaan pasokan listrik bagi masyarakat," kata Hera.
Baca Juga
Dalam menjalankan kegiatan operasional dan bisnis, pihaknya menyebut senantiasa berkoordinasi dan berkomunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk regulator dan otoritas.
“BCA memahami rencana pemerintah untuk mewujudkan ekonomi hijau dengan pembangunan industri rendah karbon, dan kebijakan net zero emissions membutuhkan dukungan dari sektor swasta,” jelasnya.
Adapun, saat ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memang tengah merevisi kembali aturan Taksonomi Hijau Indonesia (THI) dengan mempertimbangkan aspek sosial hingga perkembangan internasional.
Revisi taksonomi hijau beriringan dengan meningkatnya polusi udara di sejumlah wilayah Indonesia. Termasuk terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Kebijakan baru akan taksonomi hijau ini juga sebagai tindak lanjut atas UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Kebijakan ini dapat membantu proses pemantauan berkala dalam implementasi penyaluran kredit/pembiayaan/investasi ke sektor hijau dan mencegah potensi pelaporan aktivitas hijau yang kurang tepat (greenwashing).
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan bahwa penyesuaian dan pembaruan terhadap regulasi diperlukan mengingat adanya perkembangan cepat dalam pembiayaan berkelanjutan di tingkat global dan regional.
Meski, sejauh ini, dirinya masih enggan membocorkan revisi dari aturan THI ini, akan tetapi Mahendra mengisyaratkan bahwa rencana aturan baru ini akan mengambil panduan dari proses yang dilakukan di tingkat Asean, termasuk aturan yang lebih spesifik untuk sektor-sektor tertentu.
"Saat ini, prosesnya masih berjalan dan akan melibatkan penyelarasan yang akan dilihat lebih lanjut," tutupnya.